malam nishfu sya'ban
BEKAL MENYAMBUT MALAM NISHFU SYA’BAN
Daftar Isi:
a. Peristiwa dan Keistimewaan Bulan Sya’ban
b. Malam Nishfu Sya’ban
c. Hadits-hadits Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
d. Perkataan Para Ulama Tentang Malam Nishfu Sya’ban
e. Doa Malam Nishfu Sya’ban
Bulan Sya’ban adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Barangsiapa yang
berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan
ini, insya Allah ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.
Sebagaimana Imam Dzunnun al-Mishri pernah mengatakan: “Rajab adalah
bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami dan Ramadhan adalah bulan
untuk menuai (memanen).”
a. Peristiwa dan Keistimewaan Bulan Sya’ban
Diantara 12 bulan tidak satupun yang disebut oleh Rasulullah Saw.
sebagai bulan beliau. Beda halnya dengan bulan Sya’ban, beliau Saw.
dengan tegas mengatakan: “Bulan Sya’ban adalaah bulanku.” Ada
keistimewaan apakah di balik bulan Sya’ban?
Banyak peristiwa agung yang terjadi dalam bulan Sya’ban ini, diantaranya adalah:
1. Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) ke Ka’bah (Masjidil Haram).
Dalam Tafsir ath-Thabariy dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw.
berhijrah ke Madinah, sementara kebanyakan penduduknya adalah Yahudi,
maka Allah memerintah beliau Saw. menghadap Baitul Maqdis (sebagai
kiblat). Orang-orang Yahudi merasa gembira karena Baitul Maqdis
merupakan kiblat mereka.
Selama berkiblat ke Baitul Maqdis ini
orang-orang Yahudi selalu mencaci maki Rasulullah Saw. Mereka berkata:
“Muhammad menyelisihi agama kita tetapi berkiblat kepada kiblat kita!”
Dan masih banyak lagi celotehan mereka. Sikap orang-orang Yahudi
tersebut membuat Nabi Muhammad Saw. tidak senang, dan setiap hari beliau
berdoa menengadahkan wajah mulianya ke atas langit dalam keadaan rindu
agar Allah menurunkan wahyu, bahwa kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis
ke Ka’bah.
Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw. dengan
turunnya surat al-Baqarah ayat 144 yang berisi perintah untuk pindah
dari Baitul Maqdis ke Ka’bah:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ
شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.”
Umat Islam shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17
bulan lebih 3 hari. Yakni sejak hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun ke-1
Hijrrah sampai dengan hari Selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 Hijrah. Shalat
yang pertama kali dilakukan pasca perpindahan kiblat tersebut adalah
shalat Ashar.
Dalam hikayat lain dikatakan bahwa pada malam
tanggal 15 Sya’ban (Nishfu Sya’ban) telah terjadi peristiwa penting
dalam sejarah perjuangan umat Islam yang tidak boleh kita lupakan
sepanjang masa. Diantaranya adalah perintah memindahkan kiblat shalat
dari Baitul Maqdis yang berada di Palestina ke Ka’bah yang berada di
Masjidil Haram, Makkah pada tahun ke-8 Hijriyah.
Sebagaimana
kita ketahui, sebelum Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, yang menjadi
kiblat shalat adalah Ka’bah. Kemudian setelah beliau hijrah ke Madinah,
beliau memindahkan kiblat shalat dari Ka’bah ke Baitul Maqdis yang
digunakan orang Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat shalat
mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati
orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat al-Quran dan
agama yang baru yaitu agama tauhid.
Tetapi setelah Rasulullah
Saw. menghadap Baitul Maqdis selama 16-17 bulan, ternyata harapan
Rasulullah tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di Madinah berpaling dari
ajakan beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi
Saw. dan mereka telah bersepakat untuk menyakitinya. Mereka menentang
Nabi dan tetap berada pada kesesatan.
Karena itu Rasulullah
Saw. berulang kali berdoa memohon kepada Allah Swt. agar diperkenankan
pindah kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi, setelah Rasul
mendengar ejekan orang-orang Yahudi yang mengatakan: “Muhammad menyalahi
agama kita namun mengikuti kiblat kita. Apakah yang memalingkan
Muhammad dan para pengikutnya dari kiblat (Ka’bah) yang selama ini
mereka gunakan?”
Ejekan mereka ini dijawab oleh Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 143:
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِى كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِيَعْلَمَ
مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ.
“Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu, melainkan agar
kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.”
Dan pada akhirnya Allah memperkenankan Rasulullah Saw. memindahkan
kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 144.
Diantara kebiasaan yang
dilakukan oleh umat Islam pada malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat
Yasin tiga kali yang setiap kali diikuti doa yang antara lain isinya
adalah: “Ya Allah jika Engkau telah menetapkan aku di sisiMu dalam Ummul
Kitab (buku induk) sebagai orang celaka atau orang-orang yang tercegah
atau orang yang disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi
anugerahMu, kecelakaanku, ketercegahanku dan kesempitan rizkiku.”
2. Malam Dilaporkannya Amal Perbuatan Manusia
Pada malam Nishfu Sya’ban semua amal manusia dilaporkan kepada Allah
Swt. Alangkah baiknya jika saat itu catatan amal perbuatan kita berupa
ibadah. Dalam hadits Nabi Saw. dijelaskan:
عن أسامة بن زيد رضي
الله عنهما قال : قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم
من شعبان ؟ قال : ” ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ، وهو شـهر
تُرفع فيه الأعمال إلى رب العالمين ، وأحب أن يُرفع عملي وأنا صائم ” قال
المنذري: رواه النسائي ( 1) الترغيب والترهيب للمنذري 2/ 48 .
“Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid yang bertanya kepada Rasulullah Saw.:
“Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu puasa pada bulan-bulan lain
seperti pada bulan Sya’ban?” Rasulullah Saw. menjawab: “Bulan ini adalah
bulan yang dilupakan manusia, antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dan
bulan ini saat dilaporkannya amal perbuatan (manusia) kepada Tuhan
semesta alam. Dan aku senang jika amalku dilaporkan sedangkan aku dalam
keadaan puasa.” (HR. Imam an-Nasai dalam at-Targhib wa at-Tarhib li
al-Mundziri juz 2 halaman 48). lafadz “turfa’u” diartikan dengan
“tu’radhu” atau bermakna ditampakkan atau ditunjukkan (kepada Allah).
Sebenarnya pelaporan amal kita ini ada yang harian, ada yang mingguan
dan ada pula yang tahunan. Laporan harian dilakukan malaikat pada siang
hari dan malam hari. Yang migguan dilakukan malaikat setiap Senin dan
Kamis. Adapun yang tahunan dilakukan pada setiap Lailatul Qadar dan
Malam Nishfu Sya’ban. (Lihat dalam Hasyiyat al-Jamal bab Puasa
Tathawwu’).
3. Bulan Penentuan Umur dan Rizki
عن عائشة
رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شعبان كله حتى
يصله برمضان ولم يكن يصوم شهرا تاما إلا شعبان، فقلت يا رسول الله: إن
شعبان لمن أحب الشهور إليك أن تصومه ؟ فقال: نعم يا عائشة إنه ليس نفس تموت
في سنة إلا كتب أجلها في شعبان، فأحب أن يكتب أجلي وأنا في عبادة ربي وعمل
صالح
Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Ra., bahwasannya
Rasulullah Saw. puasa di bulan Sya’ban seluruhnya sampai bertemu dengan
Ramadhan. Dan tidaklah Nabi puasa sebulan penuh (selain Ramadhan)
kecuali Sya’ban. Sayyidah Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah
bulan Sya’ban adalah bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa?”
Rasulullah Saw. menjawab: “Benar wahai Aisyah, tidak ada satupun jiwa
yang akan mati pada satu tahun ke depan kecuali ditentukan umurnya pada
bulan Sya’ban. Dan aku senang seandainya ketika umurku ditulis aku dalam
keadaan beribadah dan beramal shaleh kepada Tuhanku.”
عثمان بن
محمد بن المغيرة بن الأخنس قال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال:
«تقطع الآجال من شعبان إلى شعبان حتى إن الرجل لينكح ويولد له وقد أخرج
اسمه في الموتى» فهو حديث مرسل
Utsman bin Mugirah bin al-Akhnas
berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Ajal seseorang ditentukan
dari bulan Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, sehingga ada seseorang
bisa menikah dan melahirkan, padahal namanya sudah tercantum dalam
daftar orang-orang yang mati.” (Hadits ini mursal dan disebutkan dalam
Tafsir Ibnu Katsir).
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم:
«يَسِحُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخَيْرَ فِي أَرْبَعِ لَيَالٍ سَحًّا:
لَيْلَةَ الأَضْحَى وَالْفِطْرِ، وَلَيْلَةَ النصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
يُنْسَخُ فِيهَا الآْجَالُ وَالأَرْزَاقُ وَيُكْتَبُ فِيهَا الْحَجُّ،
وَفِي لَيْلَةِ عَرَفَةَ إِلٰى الأَذَانِ» . (الدَّيلمي عن عائشة رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا
Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. membuka
kebaikan dalam empat malam; malam Idul Adha dan Idul Fitri, malam Nishfu
Sya’ban dimana pada bulan itu ditulis ajal dan rizki seorang hamba
serta ditulis juga di malam tersebut haji, dan malam ‘Arafah sampai
adzan.” (HR. ad-Dailami).
4. Malam Penuh Ampunan dan Rahmat
Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila
datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan
berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah akan turun ke
dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan berfirman: “Adakah
orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang
meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang
yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai
terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah).
Siti Aisyah Ra. berkata:
“Suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya.
Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke
langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan
menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya
pikir engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw.
menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban
dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani
Kalb.” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan at-Tirmidzi).
عن أبي موسى عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر
لجميع خلقه، إلا لمشرك أو مشاحن) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى
صحيح ابن ماجه
Dari Abu Musa Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya’ban dan
mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang
saling dengki.” (HR. Ibn Majah).
5. Bulan Istijabah
عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل
من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطي إلا
زانية بفرجها أو مشركا
Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang
malam Nishfu Sya’ban, berseru Dzat yang berseru (Allah): “Apakah ada
orang yang memohon ampun maka Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang
meminta maka Aku akan memberinya? Tidak ada seorang pun yang meminta
sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang
musyrik.” (HR. al-Baihaqi).
عن ابن عمر بن الخطاب ، قال: خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء ليلة الجمعة، وأول ليلة من رجب، وليلة النصف من شعبان، وليلتا العيد
Dari Ibnu Umar Ra. berkata: “Terdapat lima malam dimana doa tidak
ditolak; malam Jum’at, malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban,
malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.” (HR. al-Baihaqi).
6. Bulan Milik Rasulullah Saw. (Turunyya Ayat Sholawat Nabi)
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «شَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ
شَهْرُ اللَّهِ، وَشَعْبَانُ الْمُطَّهرُ، وَرَمَضَانُ الْمُكَفرُ»
الدَّيلمي عن عائشةَ رضيَ اللَّهُ عنهَا
Rasulullah Saw.
bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan
Allah. Bulan Sya’ban mensucikan, sedang bulan Ramadhan melebur dosa.”
(HR. ad-Dailami dari Sayyidah Aisyah Ra.).
Ibnu Shaif al-Yamani
menyebutkan bahwasanya bulan Sya’ban disebut bulannya Rasulullah Saw.
karena pada bulan tersebut turun ayat perintah membaca shalawat kepada
Rasulullah Saw. yakni pada surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.”
7. Bulan Al-Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan al-Quran, sebagaimana disebutkan
dalam beberapa atsar. Memang membaca al-Quran selalu dianjurkan di
setiap saat dan di manapun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu
pembacaan al-Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan
Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Makkah, Raudhah dan lain
sebagainya.
Syaikh Ibn Rajab al-Hanbali meriwayatkan dari Anas
Ra.: “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni
pembacaan ayat-ayat al-Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu
orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah
puasa Ramadhan.”
b. Malam Nishfu Sya’ban
Pada bulan
Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu
Sya’ban. Di malam ini Allah Swt. mengampuni orang-orang yang meminta
ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa
orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang
susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian
rizki dan amal manusia.
Malam Nishfu Sya’ban dan di seluruh
bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang
muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka
kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu
umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Swt. Nabi
Muhammad Saw. bersabda: “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiangnya
agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).
“Seorang
muslim yang berdoa (selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus
famili), niscaya Allah Swt. menganugerahkan salah satu dari ketiga hal;
pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan
mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan
menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.”
(HR. Ahmad). (Selengkapnya lihat dalam kitab Madza fi Sya’ban karya
Prof. Dr. Al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki).
c. Hadits-hadits Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan
untuk melakukan ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rizki dan
umur yang bermanfaat, terdapat beberapa hadits yang menurut sebagian
ulama shahih. Diantaranya:
1. Diriwayatkan dari Siti Aisyah Ra.
berkata: Dari Aisyah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bangun pada
malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku
menyangka beliau telah diambil. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari
sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata: “Wahai Asiyah, (atau
Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan
hakmu kepadamu?” Aku menjawab: “Tidak ya Rasulallah, namun aku
menyangka bahwa engkau telah dipanggil Allah karena sujud yang lama
sekali.” Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku
menjawab: “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Beliau Saw. bersabda:
“Ini adalah malam Nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Dan Allah
muncul kepada hamba-hambaNya di malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni
orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun
menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR. al-Baihaqi
lewat jalur al-‘Alaa’ bin al-Harits dan menyatakan bahwa hadits ini
mursal jayyid. Hal itu karena al-‘Alaa’ tidak mendengar langsung dari
Aisyah Ra.).
2. Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu malam saya
kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang
berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau
bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu
dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir engkau sedang
mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw. menjawab:
“Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan
mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani Kalb.”
(HR. Ahmad hadits no. 24825. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dan
at-Tirmidzi).
3. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Ra.
bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu
Sya’ban mengawasi seluruh makhlukNya dan mengampuni semuanya kecuali
orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah).
4.
Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila
datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan
berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah Swt.
menurunkan rahmatNya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari
terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman: “Adakah orang yang meminta
maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizki, maka Aku
akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan
Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”. (HR. Ibnu
Majah).
5. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azza
Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni
lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah
yang punya banyak kambing).” (HR. ath-Thabarani dan Ahmad. Namun Imam
at-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini didha’ifkan oleh al-Bukhari).
6. Rasulullah Saw. juga bersabda: “Allah melihat kepada semua
makhlukNya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua
kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR.
ath-Thabarani dan Ibnu Hibban hadits no. 5755).
7. “Adapun
Sayyidina Ali Kw. lebih menggiatkan dirinya dengan ibadah di empat malam
dalam setiap tahun; awal bulan Rajab, dua malam hari raya (Idul Fithri
dan Idul Adha), dan malam Nishfu Sya’ban.” (Al-Fawaid al-Mukhtarah
halaman 446, al-Manhaj as-Sawiy halaman 502 dan Tadzkir an-Nas halaman
185).
d. Perkataan Para Ulama Tentang Malam Nishfu Sya’ban
1. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Doa mustajab adalah pada 5
malam, yaitu malam Jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam
pertama bulan Rajab dan malam Nishfu Sya’ban.” (Sunan al-Kubra Imam
Baihaqi juz 3 halaman 319).
2. Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy
berkata: “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah
Lailatul Qadar.” (Kalam al-Habib ‘Alwiy bin Syahab dalam al-Fawaid
al-Mukhtarah halaman 446).
3. Al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali
dalam kitab al-Lathaif mengatakan: “Kebanyakan ulama hadits menilai
bahwa hadits-hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk
kategori hadits dha’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian
hadits itu shahih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shahihnya.”
4. Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ad-Durr al-Mandhud mengatakan:
“Para ulama hadits, ulama fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga
dikatakan oleh Imam an-Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya
menggunakan hadits dha’if untuk keutamaan amal (fadhailul ‘amal), bukan
untuk menentukan hukum, selama hadits-hadits itu tidak terlalu dha’if
(sangat lemah).” Jadi, walaupun hadits-hadits yang menerangkan keutamaan
malam Nishfu Sya’ban disebut dha’if (lemah), tapi tetap boleh kita
jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.
5. Ibnu Taimiyah berkata: “Beberapa hadits dan atsar telah diriwayatkan
tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf
telah melakukan shalat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang
melakukan shalat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti
mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya
hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan shalat pada malam
tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ‘ammah yaitu berkumpul
untuk melakukan ketaatan dan ibadah.”
6. Dr. Wahbah az-Zuhaily
menuliskan dalam al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh: “Disunnahkan
menghidupkan dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adhha) serta
malam-malam sepuluh terakhir di bulan Ramadhan untuk Lailatul Qadar,
sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban dengan melakukan ibadah
seluruh malam atau sebagain besar malam itu, berdasarkan hadits-hadits
yang shahih yang menetapkannya.” (Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh juz 2
halaman 47).
Dengan fatwa para ulama, ini maka kita dianjurkan
memperbanyak doa di malam itu. Jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang
kapanpun dan di manapun. Bila mereka melarang doa, maka hendaknya mereka
menunjukkan dalilnya. Bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka
alangkah bodohnya mereka tak memahami caranya doa, karena caranya adalah
meminta kepada Allah.
e. Doa Malam Nishfu Sya’ban
Doa
dan cara pengamalan doa Nishfu Sya’ban berikut ini adalah sesuai dengan
amalan para ulama salafus shaleh, dan dianjurkan untuk dibaca secara
berjamaah. Cara pengamalannya adalah, setelah selesai shalat Maghrib dan
wiridnya, membaca surat al-Fatihah dan Yasin sebanyak 3 kali dengan
niat sebagai berikut:
1. Memohon untuk diperpanjang umur dalam ketaatan.
2. Memohon diberi rizki yang banyak dan berkah.
3. Memohon ditetapkan imannya.
Doa Nishfu Sya’ban ini dibaca setiap selesai membaca surat Yasin:
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ
وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ
اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ
اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ
اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا
عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ
اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ
اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا
مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى
كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا
يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى
اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ
الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ
عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ
عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى
اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ .
اَمِيْنَ
Allaahumma yaa dzal manni walaa yumannu ‘alaika yaa
dzal jalaali wal ikraam. Yaa dzaththauli wal in’aam. Laa ilaaha illaa
anta, dzahrullaajiin wajaarul mustajiiriin wa amaanul khaaifiin.
Allaahumma in kunta katabtaniy ‘indaka fii ummil kitaabi syaqiyyan au
mahruuman au mathruudan au muqtarran ‘alayya firrizqi, famhullaahumma
bifadhlika syaqaawatiy wahirmaaniy wathardiy waqtitaari rizqiy wa
atsbitniy ‘indaka fii ummil kitaabi sa’iidan marzuuqan muwaffaqan lil
khairaat. Fainnaka qulta waqaulukal haqqu fii kitaabikal munazzali ‘alaa
nabiyyikal mursal: “Yamhullaahu maa yasyaa-u wayutsbitu wa ‘indahuu
ummul kitaab.” Ilaahiy bittajallil a’dzami fii lailatinnishfi min syahri
sya’baanil mukarram al-latii yufraqu fiihaa kullu amrin hakiim wa
yubram, ishrif ‘anniy minal balaa-i maa a’lamu wa maa laa a’lam. Wa anta
‘allaamul ghuyuubi birahmatika yaa arhamarraahimiin.
“Ya
Allah, Dzat Pemilik anugerah, bukan penerima anugerah. Wahai Dzat Yang
memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai Dzat Yang memiliki kekuasaan dan
kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau. Engkaulah Penolong para
pengungsi, Pelindung para pencari perlindungan, Pemberi keamanan bagi
yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di
dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak
atau sempit rzki, maka hapuskanlah. Wahai Allah, dengan anugerahMu,
dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku
dalam rizki, dan tetapkanlah aku di sisiMu dalam Ummul Kitab, sebagai
orang yang beruntung, luas rizki dan memperoleh taufik dalam melakukan
kebajikan. Sunguh Engkau telah berfirman dan firmanMu pasti benar, di
dalam Kitab SuciMu yang telah Engkau turunkan dengan lisan NabiMu yang
terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang
dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.” Wahai Tuhanku,
demi keagungan yang tampak di malam Nishfu Sya’ban nan mulia, saat
dipisahkan (dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan,
hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak
kuketahui. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang
tersembunyi, demi rahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah
melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad Saw.
beserta keluarga dan para sahabat beliau. Aamiin.”
Memang
betul, tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Saw. tentang doa yang
khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitupula tidak ada petunjuk
tentang jumlah bilangan shalat pada malam itu. Siapa yang membaca
al-Quran, berdzikir, berdoa, shalat malam, bersedekah dan beribadah
sunnah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang
yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan
pahala sebagai balasannya.
Perlu ditekankan di sini bahwa,
tidak ada larangan dari Rasul Saw. untuk berdoa di malam Nishfu Sya’ban,
justru pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan munkar dan sesat,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh sebesar-besarnya dosa
muslimin dengan muslim lainnya adalah pertanyaan yang membuat hal yang
halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya.” (HR.
Muslim).
Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu
Sya’ban yang insya Allah akan jatuh pada hari Ahad 23 Juni 2013. Marilah
kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon
ampunan dan berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah Swt.
Info penting, bahwa besok Sabtu malam Ahad tanggal 22 Juni 2013 seperti
biasanya diadakan doa bersama doa malam Nishfu Sya’ban di kediaman
Shahibul Haul, al-Habib Abdullah al-Haddad Pasar Sore Tegal. Dan besok
paginya hari Ahad 23 Juni 2013 adalah Haul Akbar al-Habib Muhammad bin
Thohir bin Umar al-Haddad di Pemakaman Haddad Tegal.
Wallahu al-Musta’an A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar