Kamis, 20 Juni 2013

malam nishfu sya'ban

BEKAL MENYAMBUT MALAM NISHFU SYA’BAN

Daftar Isi:

a. Peristiwa dan Keistimewaan Bulan Sya’ban
b. Malam Nishfu Sya’ban
c. Hadits-hadits Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
d. Perkataan Para Ulama Tentang Malam Nishfu Sya’ban
e. Doa Malam Nishfu Sya’ban

Bulan Sya’ban adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Barangsiapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, insya Allah ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan. Sebagaimana Imam Dzunnun al-Mishri pernah mengatakan: “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami dan Ramadhan adalah bulan untuk menuai (memanen).”

a. Peristiwa dan Keistimewaan Bulan Sya’ban

Diantara 12 bulan tidak satupun yang disebut oleh Rasulullah Saw. sebagai bulan beliau. Beda halnya dengan bulan Sya’ban, beliau Saw. dengan tegas mengatakan: “Bulan Sya’ban adalaah bulanku.” Ada keistimewaan apakah di balik bulan Sya’ban?

Banyak peristiwa agung yang terjadi dalam bulan Sya’ban ini, diantaranya adalah:

1. Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) ke Ka’bah (Masjidil Haram).

Dalam Tafsir ath-Thabariy dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah, sementara kebanyakan penduduknya adalah Yahudi, maka Allah memerintah beliau Saw. menghadap Baitul Maqdis (sebagai kiblat). Orang-orang Yahudi merasa gembira karena Baitul Maqdis merupakan kiblat mereka.

Selama berkiblat ke Baitul Maqdis ini orang-orang Yahudi selalu mencaci maki Rasulullah Saw. Mereka berkata: “Muhammad menyelisihi agama kita tetapi berkiblat kepada kiblat kita!” Dan masih banyak lagi celotehan mereka. Sikap orang-orang Yahudi tersebut membuat Nabi Muhammad Saw. tidak senang, dan setiap hari beliau berdoa menengadahkan wajah mulianya ke atas langit dalam keadaan rindu agar Allah menurunkan wahyu, bahwa kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.

Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw. dengan turunnya surat al-Baqarah ayat 144 yang berisi perintah untuk pindah dari Baitul Maqdis ke Ka’bah:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Umat Islam shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan lebih 3 hari. Yakni sejak hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun ke-1 Hijrrah sampai dengan hari Selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 Hijrah. Shalat yang pertama kali dilakukan pasca perpindahan kiblat tersebut adalah shalat Ashar.

Dalam hikayat lain dikatakan bahwa pada malam tanggal 15 Sya’ban (Nishfu Sya’ban) telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan umat Islam yang tidak boleh kita lupakan sepanjang masa. Diantaranya adalah perintah memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis yang berada di Palestina ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah pada tahun ke-8 Hijriyah.

Sebagaimana kita ketahui, sebelum Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, yang menjadi kiblat shalat adalah Ka’bah. Kemudian setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau memindahkan kiblat shalat dari Ka’bah ke Baitul Maqdis yang digunakan orang Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat shalat mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat al-Quran dan agama yang baru yaitu agama tauhid.

Tetapi setelah Rasulullah Saw. menghadap Baitul Maqdis selama 16-17 bulan, ternyata harapan Rasulullah tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di Madinah berpaling dari ajakan beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi Saw. dan mereka telah bersepakat untuk menyakitinya. Mereka menentang Nabi dan tetap berada pada kesesatan.

Karena itu Rasulullah Saw. berulang kali berdoa memohon kepada Allah Swt. agar diperkenankan pindah kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi, setelah Rasul mendengar ejekan orang-orang Yahudi yang mengatakan: “Muhammad menyalahi agama kita namun mengikuti kiblat kita. Apakah yang memalingkan Muhammad dan para pengikutnya dari kiblat (Ka’bah) yang selama ini mereka gunakan?”

Ejekan mereka ini dijawab oleh Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 143:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِى كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِيَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ.

“Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu, melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.”

Dan pada akhirnya Allah memperkenankan Rasulullah Saw. memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 144.

Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam pada malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat Yasin tiga kali yang setiap kali diikuti doa yang antara lain isinya adalah: “Ya Allah jika Engkau telah menetapkan aku di sisiMu dalam Ummul Kitab (buku induk) sebagai orang celaka atau orang-orang yang tercegah atau orang yang disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi anugerahMu, kecelakaanku, ketercegahanku dan kesempitan rizkiku.”

2. Malam Dilaporkannya Amal Perbuatan Manusia

Pada malam Nishfu Sya’ban semua amal manusia dilaporkan kepada Allah Swt. Alangkah baiknya jika saat itu catatan amal perbuatan kita berupa ibadah. Dalam hadits Nabi Saw. dijelaskan:

عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال : قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم من شعبان ؟ قال : ” ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ، وهو شـهر تُرفع فيه الأعمال إلى رب العالمين ، وأحب أن يُرفع عملي وأنا صائم ” قال المنذري: رواه النسائي ( 1) الترغيب والترهيب للمنذري 2/ 48 .

“Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid yang bertanya kepada Rasulullah Saw.: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu puasa pada bulan-bulan lain seperti pada bulan Sya’ban?” Rasulullah Saw. menjawab: “Bulan ini adalah bulan yang dilupakan manusia, antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dan bulan ini saat dilaporkannya amal perbuatan (manusia) kepada Tuhan semesta alam. Dan aku senang jika amalku dilaporkan sedangkan aku dalam keadaan puasa.” (HR. Imam an-Nasai dalam at-Targhib wa at-Tarhib li al-Mundziri juz 2 halaman 48). lafadz “turfa’u” diartikan dengan “tu’radhu” atau bermakna ditampakkan atau ditunjukkan (kepada Allah).

Sebenarnya pelaporan amal kita ini ada yang harian, ada yang mingguan dan ada pula yang tahunan. Laporan harian dilakukan malaikat pada siang hari dan malam hari. Yang migguan dilakukan malaikat setiap Senin dan Kamis. Adapun yang tahunan dilakukan pada setiap Lailatul Qadar dan Malam Nishfu Sya’ban. (Lihat dalam Hasyiyat al-Jamal bab Puasa Tathawwu’).

3. Bulan Penentuan Umur dan Rizki

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شعبان كله حتى يصله برمضان ولم يكن يصوم شهرا تاما إلا شعبان، فقلت يا رسول الله: إن شعبان لمن أحب الشهور إليك أن تصومه ؟ فقال: نعم يا عائشة إنه ليس نفس تموت في سنة إلا كتب أجلها في شعبان، فأحب أن يكتب أجلي وأنا في عبادة ربي وعمل صالح

Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Ra., bahwasannya Rasulullah Saw. puasa di bulan Sya’ban seluruhnya sampai bertemu dengan Ramadhan. Dan tidaklah Nabi puasa sebulan penuh (selain Ramadhan) kecuali Sya’ban. Sayyidah Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah bulan Sya’ban adalah bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa?” Rasulullah Saw. menjawab: “Benar wahai Aisyah, tidak ada satupun jiwa yang akan mati pada satu tahun ke depan kecuali ditentukan umurnya pada bulan Sya’ban. Dan aku senang seandainya ketika umurku ditulis aku dalam keadaan beribadah dan beramal shaleh kepada Tuhanku.”

عثمان بن محمد بن المغيرة بن الأخنس قال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: «تقطع الآجال من شعبان إلى شعبان حتى إن الرجل لينكح ويولد له وقد أخرج اسمه في الموتى» فهو حديث مرسل

Utsman bin Mugirah bin al-Akhnas berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Ajal seseorang ditentukan dari bulan Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, sehingga ada seseorang bisa menikah dan melahirkan, padahal namanya sudah tercantum dalam daftar orang-orang yang mati.” (Hadits ini mursal dan disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir).

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «يَسِحُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخَيْرَ فِي أَرْبَعِ لَيَالٍ سَحًّا: لَيْلَةَ الأَضْحَى وَالْفِطْرِ، وَلَيْلَةَ النصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يُنْسَخُ فِيهَا الآْجَالُ وَالأَرْزَاقُ وَيُكْتَبُ فِيهَا الْحَجُّ، وَفِي لَيْلَةِ عَرَفَةَ إِلٰى الأَذَانِ» . (الدَّيلمي عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا

Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. membuka kebaikan dalam empat malam; malam Idul Adha dan Idul Fitri, malam Nishfu Sya’ban dimana pada bulan itu ditulis ajal dan rizki seorang hamba serta ditulis juga di malam tersebut haji, dan malam ‘Arafah sampai adzan.” (HR. ad-Dailami).

4. Malam Penuh Ampunan dan Rahmat

Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan berfirman: “Adakah orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah).

Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani Kalb.” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan at-Tirmidzi).

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه، إلا لمشرك أو مشاحن) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه

Dari Abu Musa Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang saling dengki.” (HR. Ibn Majah).

5. Bulan Istijabah

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطي إلا زانية بفرجها أو مشركا

Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, berseru Dzat yang berseru (Allah): “Apakah ada orang yang memohon ampun maka Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta maka Aku akan memberinya? Tidak ada seorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik.” (HR. al-Baihaqi).

عن ابن عمر بن الخطاب ، قال: خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء ليلة الجمعة، وأول ليلة من رجب، وليلة النصف من شعبان، وليلتا العيد

Dari Ibnu Umar Ra. berkata: “Terdapat lima malam dimana doa tidak ditolak; malam Jum’at, malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.” (HR. al-Baihaqi).

6. Bulan Milik Rasulullah Saw. (Turunyya Ayat Sholawat Nabi)

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «شَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللَّهِ، وَشَعْبَانُ الْمُطَّهرُ، وَرَمَضَانُ الْمُكَفرُ» الدَّيلمي عن عائشةَ رضيَ اللَّهُ عنهَا

Rasulullah Saw. bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan Allah. Bulan Sya’ban mensucikan, sedang bulan Ramadhan melebur dosa.” (HR. ad-Dailami dari Sayyidah Aisyah Ra.).

Ibnu Shaif al-Yamani menyebutkan bahwasanya bulan Sya’ban disebut bulannya Rasulullah Saw. karena pada bulan tersebut turun ayat perintah membaca shalawat kepada Rasulullah Saw. yakni pada surat al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

7. Bulan Al-Quran

Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan al-Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca al-Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di manapun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan al-Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Makkah, Raudhah dan lain sebagainya.

Syaikh Ibn Rajab al-Hanbali meriwayatkan dari Anas Ra.: “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat al-Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.”

b. Malam Nishfu Sya’ban

Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah Swt. mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.

Malam Nishfu Sya’ban dan di seluruh bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Swt. Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).

“Seorang muslim yang berdoa (selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili), niscaya Allah Swt. menganugerahkan salah satu dari ketiga hal; pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad). (Selengkapnya lihat dalam kitab Madza fi Sya’ban karya Prof. Dr. Al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki).

c. Hadits-hadits Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan untuk melakukan ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rizki dan umur yang bermanfaat, terdapat beberapa hadits yang menurut sebagian ulama shahih. Diantaranya:

1. Diriwayatkan dari Siti Aisyah Ra. berkata: Dari Aisyah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata: “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?” Aku menjawab: “Tidak ya Rasulallah, namun aku menyangka bahwa engkau telah dipanggil Allah karena sujud yang lama sekali.” Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab: “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Beliau Saw. bersabda: “Ini adalah malam Nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hambaNya di malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR. al-Baihaqi lewat jalur al-‘Alaa’ bin al-Harits dan menyatakan bahwa hadits ini mursal jayyid. Hal itu karena al-‘Alaa’ tidak mendengar langsung dari Aisyah Ra.).

2. Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani Kalb.” (HR. Ahmad hadits no. 24825. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).

3. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban mengawasi seluruh makhlukNya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah).

4. Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. menurunkan rahmatNya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman: “Adakah orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah).

5. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing).” (HR. ath-Thabarani dan Ahmad. Namun Imam at-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini didha’ifkan oleh al-Bukhari).

6. Rasulullah Saw. juga bersabda: “Allah melihat kepada semua makhlukNya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. ath-Thabarani dan Ibnu Hibban hadits no. 5755).

7. “Adapun Sayyidina Ali Kw. lebih menggiatkan dirinya dengan ibadah di empat malam dalam setiap tahun; awal bulan Rajab, dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha), dan malam Nishfu Sya’ban.” (Al-Fawaid al-Mukhtarah halaman 446, al-Manhaj as-Sawiy halaman 502 dan Tadzkir an-Nas halaman 185).

d. Perkataan Para Ulama Tentang Malam Nishfu Sya’ban

1. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam Jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab dan malam Nishfu Sya’ban.” (Sunan al-Kubra Imam Baihaqi juz 3 halaman 319).

2. Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy berkata: “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadar.” (Kalam al-Habib ‘Alwiy bin Syahab dalam al-Fawaid al-Mukhtarah halaman 446).

3. Al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitab al-Lathaif mengatakan: “Kebanyakan ulama hadits menilai bahwa hadits-hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk kategori hadits dha’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian hadits itu shahih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shahihnya.”

4. Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ad-Durr al-Mandhud mengatakan: “Para ulama hadits, ulama fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam an-Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan hadits dha’if untuk keutamaan amal (fadhailul ‘amal), bukan untuk menentukan hukum, selama hadits-hadits itu tidak terlalu dha’if (sangat lemah).” Jadi, walaupun hadits-hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dha’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.

5. Ibnu Taimiyah berkata: “Beberapa hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan shalat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan shalat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan shalat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ‘ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.”

6. Dr. Wahbah az-Zuhaily menuliskan dalam al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh: “Disunnahkan menghidupkan dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adhha) serta malam-malam sepuluh terakhir di bulan Ramadhan untuk Lailatul Qadar, sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban dengan melakukan ibadah seluruh malam atau sebagain besar malam itu, berdasarkan hadits-hadits yang shahih yang menetapkannya.” (Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh juz 2 halaman 47).

Dengan fatwa para ulama, ini maka kita dianjurkan memperbanyak doa di malam itu. Jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan di manapun. Bila mereka melarang doa, maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya. Bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka alangkah bodohnya mereka tak memahami caranya doa, karena caranya adalah meminta kepada Allah.

e. Doa Malam Nishfu Sya’ban

Doa dan cara pengamalan doa Nishfu Sya’ban berikut ini adalah sesuai dengan amalan para ulama salafus shaleh, dan dianjurkan untuk dibaca secara berjamaah. Cara pengamalannya adalah, setelah selesai shalat Maghrib dan wiridnya, membaca surat al-Fatihah dan Yasin sebanyak 3 kali dengan niat sebagai berikut:

1. Memohon untuk diperpanjang umur dalam ketaatan.
2. Memohon diberi rizki yang banyak dan berkah.
3. Memohon ditetapkan imannya.

Doa Nishfu Sya’ban ini dibaca setiap selesai membaca surat Yasin:

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ

Allaahumma yaa dzal manni walaa yumannu ‘alaika yaa dzal jalaali wal ikraam. Yaa dzaththauli wal in’aam. Laa ilaaha illaa anta, dzahrullaajiin wajaarul mustajiiriin wa amaanul khaaifiin. Allaahumma in kunta katabtaniy ‘indaka fii ummil kitaabi syaqiyyan au mahruuman au mathruudan au muqtarran ‘alayya firrizqi, famhullaahumma bifadhlika syaqaawatiy wahirmaaniy wathardiy waqtitaari rizqiy wa atsbitniy ‘indaka fii ummil kitaabi sa’iidan marzuuqan muwaffaqan lil khairaat. Fainnaka qulta waqaulukal haqqu fii kitaabikal munazzali ‘alaa nabiyyikal mursal: “Yamhullaahu maa yasyaa-u wayutsbitu wa ‘indahuu ummul kitaab.” Ilaahiy bittajallil a’dzami fii lailatinnishfi min syahri sya’baanil mukarram al-latii yufraqu fiihaa kullu amrin hakiim wa yubram, ishrif ‘anniy minal balaa-i maa a’lamu wa maa laa a’lam. Wa anta ‘allaamul ghuyuubi birahmatika yaa arhamarraahimiin.

“Ya Allah, Dzat Pemilik anugerah, bukan penerima anugerah. Wahai Dzat Yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai Dzat Yang memiliki kekuasaan dan kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau. Engkaulah Penolong para pengungsi, Pelindung para pencari perlindungan, Pemberi keamanan bagi yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak atau sempit rzki, maka hapuskanlah. Wahai Allah, dengan anugerahMu, dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku dalam rizki, dan tetapkanlah aku di sisiMu dalam Ummul Kitab, sebagai orang yang beruntung, luas rizki dan memperoleh taufik dalam melakukan kebajikan. Sunguh Engkau telah berfirman dan firmanMu pasti benar, di dalam Kitab SuciMu yang telah Engkau turunkan dengan lisan NabiMu yang terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.” Wahai Tuhanku, demi keagungan yang tampak di malam Nishfu Sya’ban nan mulia, saat dipisahkan (dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan, hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak kuketahui. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi, demi rahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan para sahabat beliau. Aamiin.”

Memang betul, tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Saw. tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitupula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan shalat pada malam itu. Siapa yang membaca al-Quran, berdzikir, berdoa, shalat malam, bersedekah dan beribadah sunnah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.

Perlu ditekankan di sini bahwa, tidak ada larangan dari Rasul Saw. untuk berdoa di malam Nishfu Sya’ban, justru pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan munkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh sebesar-besarnya dosa muslimin dengan muslim lainnya adalah pertanyaan yang membuat hal yang halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya.” (HR. Muslim).

Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban yang insya Allah akan jatuh pada hari Ahad 23 Juni 2013. Marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon ampunan dan berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah Swt.

Info penting, bahwa besok Sabtu malam Ahad tanggal 22 Juni 2013 seperti biasanya diadakan doa bersama doa malam Nishfu Sya’ban di kediaman Shahibul Haul, al-Habib Abdullah al-Haddad Pasar Sore Tegal. Dan besok paginya hari Ahad 23 Juni 2013 adalah Haul Akbar al-Habib Muhammad bin Thohir bin Umar al-Haddad di Pemakaman Haddad Tegal.

Wallahu al-Musta’an A’lam.

Jumat, 14 Juni 2013

BEKAL PERNIKAHAN

Daftar Isi:

1. Pengertian Pernikahan
2. Dalil Pernikahan dalam Islam
3. Hukum Pernikahan Menurut Islam
4. Syarat Nikah
5. Rukun Nikah
6. Khutbah Nikah
7. Wali Nikah
8. Akad Nikah (Ijab Qabul)
9. Doa Setelah Akad Nikah
10. Ucapan Doa untuk Kedua Mempelai setelah Akad Nikah
11. Pernikahan yang Haram (Dilarang) dalam Islam
12. Hikmah dan Tujuan Nikah

1. Pengertian Pernikahan

“Maka lakukanlah akad nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. an-Nisa’ayat 3).

a. Arti Secara Bahasa

Nikah, sebagai kata, artinya adh-Dhamm (berkumpul) dan al-Jam’u (bergabung). Seperti ungkapan Nakahat al-Asyjar (Pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat). Imam Nawawi mengatakan, nikah sebagai kata berarti al-Jam’u (bergabung). Kadang digunakan untuk menyebut ‘aqd nikah, dan kadang pula digunakan untuk menyebut al-wath`u (hubungan seksual).

Al-Farra’, seorang ahli bahasa Arab, sebagaimana dikutip an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan: “Orang Arab menyebut organ kewanitaan dengan kata nukah al-mar‘ah. Jika dikatakan nakaha al-mar’ata, artinya telah menggauli organ kewanitaannya.”

b. Arti Secara Istilah

Adapun makna nikah secara istilah sebagaimana didefinisikan Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitabnya Ittihaf al-Kiram dan Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhaj al-Muslim: “Nikah adalah akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual.”

Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abubakar bin Muhammad al-Husaini dalam Kifayah al-Akhyar mendefinisikan nikah sebagai: “Akad yang terkenal yang di dalamnya terkandung pemenuhan unsur-unsur rukun dan syarat (yang telah ditentukan) untuk berkumpul.”

c. Penggunaan Kata Nikah dalam al-Quran dan Hadits

Di dalam al-Quran, kata nikah dan berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 24 kali dalam beberapa surah. Dalam al-Quran dan hadits, kata ini adakalanya digunakan untuk menyebut akad nikah dan adakalanya juga digunakan untuk menyebut suatu hubungan seksual.

Contoh menikah yang artinya akad nikah adalah firman Allah Swt.: “Maka lakukanlah akad nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. an-Nisa’ ayat 3). Begitupula firman Allah dalam QS. an-Nisa ayat 22.

Adapun contoh menikah yang artinya melakukan hubungan seksual ada dalam firman Allah Swt.: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia melakukan hubungan seksual dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (mantan suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkanNya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. al-Baqarah ayat 230).

Contoh dari hadits yang menunjukkan makna nikah melakukan hubungan seksual adalah sabda Rasulullah Saw.: “Lakukanlah segala sesuatu (dengan istrimu yang sedang haidh) kecuali nikah (jima’).” (HR. Muslim).

Ketika makna nikah mempunyai dua arti, yaitu akad nikah dan melakukan hubungan seksual, bagaimana kita membedakan dua arti tersebut di dalam suatu pembicaraan?

Para ulama membedakan keduanya dengan keterangan yang disebutkan Imam Abubakar al-Husaini dalam Kifayah al-Akhyar: “Jika dikatakan bahwa seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan lain, yaitu Fulanah binti Fulan, artinya bahwa laki-laki tersebut melakukan akad nikah dengannya. Jika dikatakan bahwa seorang laki-laki menikah dengan istrinya, artinya laki-laki tersebut melakukan hubungan seksual dengannya.”

Pernikahan atau perkawinan dalam istilah fiqh Islam adalah suatu akad atau transaksi yang menyebabkan menjadi halal atau legalnya hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan dengan memakai kata nikah berbahasa Arab (أَنْكَحْتُكَ) atau tazwij (زَوّجْتُكَ) atau terjemahannya dalam bahasa setempat. (Imam ar-Ramli, Nihayat al-Muhtaj juz 6 halaman 138).

Dalam pengertian umum, pernikahan atau perkawinan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai pria dan wanita dengan tujuan melegalkan hubungan dua lawan jenis yang akan hidup dalam satu atap, legal secara norma agama, norma hukum dan norma sosial.

2. Dalil Pernikahan dalam Islam

فَانكِحُوا مَا طاب لَكُم مِّنَ النِّساءِ مَثْنى وَ ثُلَث وَ رُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً

“Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga atau tempat. Tetapi jika kamu khawatur tidak berlaku adil, maka (nikahilan) seorang saja.” (QS. an-Nisa’ ayat 3)

تزوجوا الوَدود الوَلود ، فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة

“Menikahlah dengan perempuan yang subur dan disenangi. Karena aku ingin (membanggakan) kalian (kepada para Nabi yang lain) dengan banyaknya umatku di hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan Ibnu Majah).

Dan masih banyak lagi ayat maupun nash hadits yang membahas tentang pernikahan.

3. Hukum Pernikahan Menurut Islam

a. Wajib bagi yang tidak dapat membendung lagi gejolak syahwat seksualitasnya, sehingga sangat dikhawatirkan jatuh ke dalam perzinahan.
b. Sunnah bagi yang ingin menikah (ada kebutuhan seksual), dengan syarat memiliki biaya untuk pernikahan seperti biaya mahar (maskawin) dan ongkos perkawinan.
c. Makruh bagi yang tidak mempunyai hasrat dan tidak ada biaya mahar dan ongkos perkawinan.
d. Haram dalam beberapa situasi (baca poin 11).

4. Syarat Nikah

a. Wali
b. Dua saksi
c. Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami
d. Ijab qabul yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon pria. Seperti ucapan wali “Aku nikahkan putriku denganmu”. Dan jawaban calon suami “Saya terima nikahnya”.

Syarat Wali dan Saksi: (a) harus muslim; (b) aqil baligh dan normal (anak kecil dan orang gila tidak boleh). (c) adil (orang yang tidak melakukan dosa besar).

Khusus untuk saksi ada syarat tambahan yaitu harus normal pendengaran dan penglihatannya. (HR. Ahmad no. 8697, Abu Dawud no. 2085, at-Tirmidzi no. 1101 dan al-Hakim juz 2 halaman 185).

5. Rukun Nikah

Rukun adalah perkara yang harus terpenuhi saat akad nikah berlangsung. Rukun nikah ada 5 (lima):

a. Pengantin lelaki
b. Pengantin perempuan
c. Wali pengantin perempuan
d. Dua orang saksi
e. Ijab dan Qabul

6. Khutbah Nikah

Membaca khutbah nikah adalah sunnah. Jadi bukan syarat sahnya pernikahan. Boleh dilakukan boleh ditinggalkan. Berikut contoh teks khutbah dalam bahasa Arab.

a. Khutbah Nikah yang Biasa Dipakai

الحمد لله المحمود بنعمته، المعبود بقدرته، المطاع بسلطانه، المرهوب من عذابه وسطوته، النافذ أمره في سمائه وأر ضه، الذي خلق الخلق بقدرته، وميزهم بأحكامه وأعزهم بدينه، وأكرمهم بنبيه صلى الله عليه وسلم. إن الله تبارك اسمه وتعالت عظمته، جعل المصاهرة سببا لاحقا، وأمرا مفترضا، وخلق من الماء بشرا، فجعله نسبا وصهرا، خلق آدم ثم خلق زوجه حواء من ضلع من أضلاعه اليسرى. فلما سكن إليها قالت الملائكة مه يا آدم حتى تؤدي لها مهرا. قال وما مهرها؟ قالوا أن تصلي على محمد ختم الأنبياء وإمام المرسلين. فوفى المهر وخطب الأمين جبريل عليه السلام، وزوجها له على ذلك الملك القدوس السلام. وشهد إسرافيل وميكائيل وبعض المقربين بدارس السلام، فصار ذلك سنة أولاده على تعاقب السنين

أحمده أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها، وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيت لقوم يتفكرون، وأشكره أن جعلكم
شعوبا وقبائل بالتناسل الذي هو أصل كل نعمة، وأشهد ان لاإله إلا الله مبدع نظام العالم على أكمل الحكمة. لاإله إلا هو، تبارك الله رب العلمين. وأشهد أن سيدنا محمدا رسول الله حبيب الرحمن ومجتباه القائل: حبب إلي من دنياكم النساء والطيب، وجعلت قرة عينى في الصلاة. وقال يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فلبتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء، فطوبى لمن أقر بذلك عين رزول الله صلى الله عليه وسلم وعلى آله وصحبه أجمعين.
أما بعد، فإن النكاح من السنن المرغوبة التي عليها مدار الاستقامة، إذ من تزوج فقد كمل نصف دينه، كما أخبر بذلك الحبيب المبعوث من تمهامة «مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإيمَانِ فَلْيَتَّقِ الله في النِّصْفِ البَاقِي

وقال: تناكحوا تناسلوا، فإني مباه بكمم الامم يوم القيامة. وأيضا: » إذا أَتاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَأَنْكِحونُ، إِلا تَفْعلوا تَكُنْ فِتْنَةٌ في الأَرْضِ وَفَسادٌ عَريضٌ . وقد حث عليه المنان بقوله: وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ. وهذا عقد مبارك ميمون واجتماعلى حصول خير يكون، إن شاء الله الذي إذا اراد شيئا أن يقول له كن فيكون.
أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولوالدي ولوالديكم لومشايخي ومشايخكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
استغفر الله العظيم الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه
أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم.

b. Khutbah Nikah Pendek berdasar Hadits Ibnu Mas’ud Riwayat Abu Dawud

الحمدُ لله نَستعينُهُ ونستغفرُهُ، ونعوذُ بهِ من شُرورِ أنفُسِنَا، من يهدِ الله فلا مُضلَّ لهُ، ومن يُضلل فلا هاديَ لهُ، وأشهدُ ان لا إله إلا الله وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسوله
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

7. Wali Nikah

Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah yang utama adalah ayah kandung, kalau tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara kandung, seterusnya lihat keterangan di bawah.

a. Urutan Wali Nikah

Urutan wali dan yang berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut:

1. Ayah kandung
2. Kakek, atau ayah dari ayah
3. Saudara seayah dan seibu
4. Saudara seayah saja
5. Anak laki-laki dari saudara yang seayah dan seibu
6. Anak laki-laki dari saudara yang seayah saja
7. Saudara laki-laki ayah
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah

Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya.

Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama atau petugas KUA.

Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim, maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat seperti imam masjid atau ulama yang dikenal.

b. Syarat Menjadi Wali Nikah

Walaupun sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum sah menjadi wali nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:

1. Islam (beragama Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen yang masih murni boleh menjadi wali).
2. Aqil (berakal sehat). Tidak sah wali yang akalnya rusak.
3. Baligh (sudah usia dewasa) tidak sah wali anak-anak.
4. Laki-laki. Tidak sah wali perempuan.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menyatakan bahwa sah hukumnya seorang ayah nonmuslim menjadi wali nikah untuk putrinya yang menikah dengan pria muslim. Hal ini berdasarkan pendapat dari madzhab Hanafi dan Syafi’i. Ibnu Qudamah berkata:

إذا تزوج المسلم ذمية, فوليها الكافر يزوجها إياه . ذكره أبو الخطاب. وهو قول أبي حنيفة, والشافعي ; لأنه وليها , فصح تزويجه لها , كما لو زوجها كافرا, ولأن هذه امرأة لها ولي مناسب, فلم يجز أن يليها غيره, كما لو تزوجها ذمي.

(HR. Ahmad no. 4250, Abu Dawud no. 2083, Ibnu Majah no. 1839, Ibnu Hibban no. 4074, al-Hakim no. 2182, Subul as-Salam juz 3 halaman 118 dan Fath al-Bari juz 9 halaman 191).

c. Wali Hakim

Wali hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan. Yaitu, hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah. (Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952). Wali hakim baru boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut:

1. Wali dari anak zina: Seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada ibunya. Karena ibu tidak dapat menikahkan, maka wali hakim yang dapat menjadi walinya.

2. Semua wali tidak ada: Wali hakim dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah tidak ada.

3. Wali tidak ada yang setuju tanpa alasan syar’i: Wali hakim juga dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah yang ada menolak menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah. (Al-Muhadzdzab juz 2 halaman 37 dan al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah juz 4 halaman 33).

d. Wali Pergi dalam Jarak Qashar

Apabila wali yang terdekat pergi dalam jarak perjalanan qashar (dua marhalah/84 km), maka wali hakim boleh menjadi pengganti wali tersebut.

ولو ) ( غاب ) الولي ( الأقرب ) نسبا ، أو ولاء ( إلى مرحلتين ) ، أو أكثر ولم يحكم بموته وليس له وكيل حاضر في تزويج موليته زوج السلطان ) لا الأبعد وإن طالت غيبته وجهل محله وحياته لبقاء أهلية الغائب وأصل بقائه والأولى أن يأذن للأبعد ، أو يستأذنه خروجا من الخلاف

“Apabila wali nasab terdekat bepergian dalam jarak dua marhalah (qashar) atau lebih jauh dan tidak ada status kematiannya serta tidak ada wakilnya yang hadir dalam menikahkan perempuan di bawah perwaliannya maka Sultan (Wali Hakim) dapat menikahkan perempuan itu. Bukan wali jauh walaupun kepergiannya lama dan tidak diketahui tempat dan hidupnya. Hal itu karena tetapnya status kewalian wali yang sedang pergi. Namun yang lebih utama meminta ijin pada wali jauh untuk keluar dari khilaf ulama.” (Nihayat al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj pada bab “Fashlun fi mawani’ al-wilayat an-nikah”).

8. Akad Nikah (Ijab Qabul)

Prosesi nikah terpenting adalah pada saat akad nikah (ijab qabul). Dimana wali calon mempelai perempuan menikahkan putrinya dengan calon pengantin laki-laki (ijab) dan calon pengantin laki-laki menjawabnya (qabul) sebagai tanda menerima pernikahan tersebut. Wali juga dapat mewakilkan pada wakil wali yang ditunjuk wali untuk menikahkan putrinya. Yang bertindak sebagai wakil biasanya petugas KUA atau tokoh agama setempat.

a. Teks bacaan akad nikah langsung oleh wali:

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك بنتي … بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا

Ankahtuka wazawwajtuka binti... (sebutkan namanya) bimahri... (sebutkan jumlah maskawinnya) haallan.

“Aku menikahkanmu dengan putriku bernama... (sebutkan nama) dengan maskawin... (sebutkan jumlah maskawinnya).”

b. Teks bacaan akad nikah oleh wakil wali

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك فاطمة بنت سالم موكلي بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا

Ankahtuka wazawwajtuka binti... (sebutkan namanya) muwakkili bimahri... (sebutkan jumlah maskawinnya) haallan.

“Aku menikahkanmu dengan putriku bernama... (sebutkan nama) yang walinya mewakilkan kepadaku dengan maskawin... (sebutkan jumlah maskawinnya).”

c. Teks qabul pengantin putra kepada wali

Ketika wali nikah atau wakilnya selesai mengucapkan ijab, maka pengantin laki-laki langsung merespons/menjawab dengan ucapan berikut: قبلت نكاحها وتزويجها بالمهر المذكور. Qabiltu nikaahahaa watazwiijahaa bilmahril madzkur. “Saya terima nikahnya dengan mahar/maskawin tersebut.”

9. Doa Setelah Akad Nikah

Setelah ijab qabul dilaksanakan antara wali atau wakil wali dengan mempelai laki-laki, acara dilanjutkan dengan membaca sebagai berikut:

الحمد لله رب العالمين. والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين. وعلي اله وصحبه اجمعين. حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده. يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك.
اللَهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحمَدٍ صَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنَ جَمِيْعَ الأهَوْاَلِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بها جَمِيعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَيّئاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَي الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصَي الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيرَاتِ فِي الحَيَاةِ
وَبَعْدَ المَمَاتِ
انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قا ضي الحاجات، يا مجيب السا ئلين
اللهم الف بينهما كما الفت بين ادم وحواء والف بينهما كما الفت بين سيدنا محمد ص.م. وخديجة الكبري.
اللهم لاتدع لنا في مقامنا هذا ذنبا الا غفرته ولا هما الا فرجته ولا حاجة من حوائج الدنيا والاخرة لك فيها رضا ولنا فيها صلاح الا قضيتها ويسرتها فيسر امورنا واشرح صدورنا ونور قلوبنا واختم بالصالحات اعمالنا. اللهم توفنا مسلمين واحينا مسلمين والحقنا بالصالحين غير خزايا ولا مفتونين.
ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما. ربنا اغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا. ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين.

10. Ucapan Doa untuk Kedua Mempelai setelah Akad Nikah

Masing-masing yang hadir disunnahkan mengucapkan doa berikut pada pengantin laki-laki: “Baarakallahu laka. Wabaarakallahu ‘alaika. Wajama’a bainakumaa fii khairin.” بارك الله لك، وبارك الله عليك، وجمع بينكما في خير.

Masing-masing yang hadir disunnahkan mengucapkan doa berikut pada kedua mempelai: “Baarakallahu likulli waahidin minkumaa fii shaahibihi. Wajama’a bainakumaaa fii khairin.” بارك الله لكل واحد منكما في صاحبه، وجمع بينكما في خير.

11. Pernikahan yang Haram (Dilarang) dalam Islam

Pernikahan adakalanya hukumnya haram, dalam situasi berikut:
a) Perempuan menikah dengan orang laki-laki nonmuslim
b) Laki-laki menikah dengan nonmuslim yang bukan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani murni).
c) Menikah dengan pelacur atau wanita hamil
d) Pernikahan dalam masa idah cerai atau kematian
e) Poliandri (perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki)
f) Poligami lebih dari empat
g) Laki-laki menikah dengan dua perempuan bersaudara (boleh menikah dengan salah satunya).
h) Nikah Misyar bagi Wahabi dan Nikah Mut’ah bagi Syi’ah (kawin kontrak).

12. Hikmah dan Tujuan Nikah

Diantara hikmah dan tujuan pernikahan dalam syari’at Islam adalah bahwa pernikahan dapat menenteramkan jiwa. Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan bathin.

Disamping itu, pernikahan juga dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat. Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran hasrat biologis. Dorongan biologis dalam rangka kelangsungan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan, yang mengakibatkan dosa dan dapat menimbulkan penyakit yang mencelakakan.

Hikmah dan tujuan lainnya, pernikahan itu untuk melanjutkan keturunan. Memang manusia bisa berkembang biak dengan berhubungan seksual tanpa melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal-usulnya atau jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian, jelas, disamping melestarikan keturunan, pernikahan juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Rabu, 12 Juni 2013

KOLERIS, MELANKOLIS DAN SANGUINIS

ANDA TERMASUK TIPE YANG MANA?

KOLERIS pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif
* Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan
* Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target
* Bebas dan mandiri
* Berani menghadapi tantangan dan masalah
* "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini".
* Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat
* Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas
* Membuat dan menentukan tujuan
* Terdorong oleh tantangan dan tantangan
* Tidak begitu perlu teman
* Mau memimpin dan mengorganisasi
* Biasanya benar dan punya visi ke depan
* Unggul dalam keadaan darurat

KELEMAHAN:
* Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis)
* Senang memerintah
* Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai
* Menyukai kontroversi dan pertengkaran
* Terlalu kaku dan kuat/ keras
* Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
* Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci
* Sering membuat keputusan tergesa-gesa
* Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain
* Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan
* Workaholics (kerja adalah "tuhan"-nya)
* Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf
* Mungkin selalu benar tetapi tidak populer

kalau MELANKOLIS:
KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain

KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan

kalau PLEGMATIS:
KEKUATAN:
* Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
* Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
* Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
* Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
* Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
* Penengah masalah yg baik
* Cenderung berusaha menemukan cara termudah
* Baik di bawah tekanan
* Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
* Rasa humor yg tajam
* Senang melihat dan mengawasi
* Berbelaskasihan dan peduli
* Mudah diajak rukun dan damai

KELEMAHAN:
* Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
* Takut dan khawatir
* Menghindari konflik dan tanggung jawab
* Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
* Terlalu pemalu dan pendiam
* Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
* Kurang berorientasi pada tujuan
* Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
* Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
* Tidak senang didesak-desak
* Menunda-nunda / menggantungkan masalah.

kalau SANGUINIS:
KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan

KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".

onani atau masturbasi

PANDUAN ONANI ATAU MASTURBASI

Daftar Isi:

a. Devinisi Onani
b. Hukum Onani dalam Pandangan Islam
c. Batasan Dosa Besar dan Dosa Kecil
d. Tentang Zina Tangan atau Mata
e. Solusi Bagi Orang yang Sudah Terbiasa Onani

a. Devinisi Onani

Onani dalam bahasa Arabnya disebut dengan Istimna’ yang secara etimologi berarti berusaha mengeluarkan mani. Sedangkan secara terminologi onani adalah mengeluarkan mani dengan selain berhubungan suami istri, baik yang diharamkan, seperti mengeluarkan mani dengan tangannya sendiri, atau yang diperbolehkan seperti mengeluarkan mani dengan tangan istrinya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah juz 3 halaman 97 dan Nihayat al-Muhtaj juz 3 halaman 169).

Pada asalnya istimna’ (onani/masturbasi) adalah mengeluarkan mani bukan melalui persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang lainnya. (Mu’jam Lughat al-Fuqaha juz 1 halaman 65).

Adapun mengeluarkan air mani dengan alat (sarana) tertentu selain tangan pada asalnya tidaklah berbeda dengan istmina’, dikarenakan subsatansi perbuatan itu adalah sama, yaitu sama-sama mengeluarkan mani untuk mendapatkan satu kenikmatan apakah dikarenakan kondisi terpaksa atau tidak, sehingga hukumnya bisa disamakan dengan hukum onani yang menggunakan tangan.

Prinsipnya onani adalah sebuah tindakan yang berfungsi sebagai cara merangsang alat kelamin dengan tangan atau benda lainnya untuk mendapat suatu taraf orgasme. Pada umumnya masturbasi menyangkut rangsangan dan pemuasan diri sendiri, walaupun demikian masturbasi lumrah dilakukan oleh dua orang dalam kapasitas hubungan heteroseksual atau homoseksual.

Kinsey dalam penelitiannya seperti dikutip dari buku “Woman’s Body”, mengatakan bahwa minimal 1 dari 6 wanita pernah melakukan masturbasi paling sedikit satu kali sepanjang perjalanan hidupnya. Dan kebanyakan dari para wanita menganggap masturbasi adalah cara yang paling cepat dan langsung untuk mendatangkan kenikmatan orgasme.

Onani biasanya identik dengan perbuatan yang dilakukan oleh seorang pemuda, sedangkan kalau pelakunya seorang cewek biasanya disebut masturbasi.

b. Hukum Onani dalam Pandangan Islam

Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam permasalahan onani:

1. Para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Zaidiyah berpendapat bahwa onani adalah haram. Dengan landasan bahwa Allah Swt. telah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi kecuali terhadap istri dan budak perempuannya. Apabila seseorang tidak melakukannya terhadap kedua orang itu kemudian melakukan onani maka ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang melampaui batas dari apa yang telah dihalalkan Allah bagi mereka dan beralih kepada apa-apa yang diharamkanNya atas mereka.

Firman Allah Swt.: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. al-Mukminun ayat 5-7).

2. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa onani hanya diharamkan dalam keadaan-keadaan tertentu dan wajib pada keadaan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa onani menjadi wajib apabila ia takut jatuh kepada perzinahan jika tidak melakukannya. Hal ini didasarkan pada kaidah mengambil kemudharatan yang lebih ringan. Namun mereka mengharamkan apabila hanya sebatas untuk bersenang-senang dan membangkitkan syahwatnya. Mereka juga mengatakan bahwa onani tidak masalah jika orang itu sudah dikuasai oleh syahwatnya sementara ia tidak memiliki istri atau budak perempuan demi menenangkan syahwatnya.

3. Para ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa onani itu diharamkan kecuali apabila dilakukan karena takut dirinya jatuh kedalam perzinahan atau mengancam kesehatannya sementara ia tidak memiliki istri atau budak serta tidak memiliki kemampuan untuk menikah, jadi onani tidaklah masalah.

4. Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani itu makruh dan tidak ada dosa di dalamnya, karena seseorang yang menyentuh kemaluannya dengan tangan kirinya adalah boleh menurut ijma’ seluruh Ulama, sehingga onani itu bukanlah suatu perbuatan yang diharamkan. Firman Allah Swt.: “Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu.” (QS. al-An’am ayat 119). Dan onani tidaklah diterangkan kepada kita tentang keharamannya maka ia adalah halal sebagaimana firmanNya: “Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. al-Baqarah ayat 29).

5. Diantara ulama yang berpendapat bahwa onani itu makruh adalah Ibnu Umar dan Atho’. Hal itu dikarenakan bahwa onani bukanlah termasuk dari perbuatan yang terpuji dan bukanlah perilaku yang mulia. Ada cerita bahwa manusia pada saat itu pernah berbincang-bincang tentang onani maka ada sebagian mereka yang memakruhkannya dan sebagian lainnya membolehkannya.

6. Diantara yang membolehkannya adalah Ibnu Abbas, al-hasan dan sebagian ulama tabi’in yang masyhur. Al-Hasan mengatakan bahwa dahulu mereka melakukannya saat dalam peperangan. Mujahid mengatakan bahwa orang-orang terdahulu memerintahkan para pemudanya untuk melakukan onani untuk menjaga kesuciannya. Begitupula hukum onani seorang wanita (masturbasi) sama dengan hukum onani seorang laki-laki.” (Fiqh as-Sunnah juz 3 halaman 424-426).

Ibnu ‘Abidin menjelaskan tentang perkataan bahwa onani itu makruh: “Adalah secara dzahir onani adalah makruh yang tidak sampai haram. Hal itu dikarenakan bahwa kedudukan onani seperti orang yang mengeluarkan mani baik dengan merapatkan kedua paha atau menekan perutnya.” (Radd al-Mukhtar juz 17 halaman 75).

Dari pendapat-pendapat para ulama di atas tidak ada dari mereka yang secara tegas menyatakan bahwa onani sama dengan zina yang sesungguhnya. Namun para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut termasuk ke dalam muqaddimah zina (forplay/pemanasan).

Allah Swt. Berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ ayat 32).

c. Batasan Dosa Besar dan Dosa Kecil

Imam an-Nawawi menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang batasan dosa besar jika dibedakan dengan dosa kecil:

1. Dari Ibnu Abbas Ra. menyebutkan bahwa dosa besar adalah segala dosa yang Allah akhiri dengan neraka, kemurkaan, laknat atau adzab, demikian pula pendapat Imam al-Hasan Bashri.

2. Para ulama yang lainnya mengatakan bahwa dosa besar adalah dosa yang diancam Allah Swt. dengan neraka atau hadd (hukuman) di dunia.

3. Iamam al-Ghozali dalam al-Basith mengatakan bahwa batasan menyeluruh dalam hal dosa besar adalah segala kemaksiatan yang dilakukan seseorang tanpa ada perasaan takut dan penyesalan, seperti orang yang menyepelekan suatu dosa sehingga menjadi kebiasaan. Setiap penyepelean dan peremehan suatu dosa maka ia termasuk ke dalam dosa besar.

4. Syeikhul Imam Abu ‘Amr bin Sholah dalam al-Fatawa al-Kabirah menyebutkan bahwa setiap dosa yang besar atau berat maka bisa dikatakan bahwa itu adalah dosa besar.

5. Adapun diantara tanda-tanda dosa besar adalah wajib atasnya hadd, diancam dengan siksa neraka dan sejensnya sebagaimana disebutkan dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Para pelakunya pun disifatkan dengan fasiq berdasarkan nash, dilaknat sebagaimana Allah Swt. melaknat orang yang merubah batas-batas tanah.” (Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi juz 2 halaman 113).

Dari beberapa definisi dan tanda-tanda dosa besar maka perbuatan onani tidaklah termasuk kedalam dosa besar selama tidak dilakukan secara terus menerus atau menjadi suatu kebiasaan. Hendaknya seorang muslim tidak berfikir kecilnya dosa suatu kemaksiatan yang dilakukannya akan tetapi terhadap siapa dia bermaksiat, tentunya terhadap Allah Swt. Yang Maha Besar lagi Maha Mulia.

d. Tentang Zina Tangan atau Mata

Abu Hurairah Ra. berkata bahwa Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhari).

Imam Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam Bab Zina Anggota Tubuh Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh kemaluan seseorang saja. Namun zina bisa dilakukan dengan mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan.

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol: “Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya adalah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fath al-Bari juz 11 halaman 28).

Meskipun demikian, hukum zina tangan, lisan dan mata tidaklah sama dengan zina sebenarnya yang wajib atasnya hadd. Si pelakunya hanya dikenakan teguran dan peringatan keras.

DR. Syeikh Wahbah az-Zuhailiy menyatakan: “Pelaku onani haruslah diberi teguran keras dan tidak dikenakan atasnya hadd.” (Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu juz 7 halaman 5348).

Begitupula penjelasan Ibnu Taimiyah dengan bersandar pada pendapat yang paling benar dari Imam Ahmad bahwa pelaku onani haruslah diberikan teguran keras. (Majmu’ al-Fatawa juz 24 halaman 145).

Ibnul Qoyyim juga mengatakan: “Adapun teguran adalah pada setiap kemaksiatan yang tidak ada hadd (hukuman) dan juga tidak ada kafaratnya. Sesungguhnya kemaksiatan itu mencakup tiga macam:

1. Kemaksiatan yang di dalamnya ada hadd dan kafarat. (Contoh: mencuri, minum khomr, zina dan menuduh orang berzina).

2. Kemaksiatan yang di dalamnya hanya ada kafarat tidak ada had. (Contoh: berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan dan bersetubuh saat ihram).

3. Kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada hadd dan tidak ada kafarat. (Contoh: menyetubuhi seorang budak yang dimiliki bersama antara dia dan orang lain, mencium orang asing dan berdua-duaan dengannya, masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan sarung, memakan daging bangkai, darah, babi dan yang sejenisnya. (I’lam al -Muwaqqi’in juz 2 halaman 183).

e. Solusi Bagi Orang yang Sudah Terbiasa Onani

DR. Muhammad Shaleh al-Munjid al-Wahabi, seorang ulama di Saudi Arabia, menyebutkan beberapa solusi bagi orang-orang yang terbiasa melakukan perbuatan ini, yaitu:

1. Hendaklah faktor yang mendorongnya untuk melepaskan diri dari kebiasaan onani adalah untuk menjalankan perintah Allah Swt. dan menghindari murkaNya.

2. Mendorong dirinya untuk mengambil solusi mendasar dengan menikah sebagai pelaksanaan dari wasiat Rasulullah Saw. kepada para pemuda dalam permasalahan ini.

3. Mengarahkan fikiran, bisikan dan menyibukan dirinya dengan perkara-perkara yang di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi dunia maupun akheratnya. Karena terus menerus menghayal akan mendorongnya untuk melakukan perbuatan itu dan pada akhirnya menjadikannya kebiasaan sehingga sulit untuk dilepaskan.

4. Menjaga pandangan dari melihat orang-orang atau foto-foto yang membawa fitnah apakah itu foto dari orang yang hidup atau sekedar gambar dengan matanya secara langsung. Karena hal itu akan mendorongnya kepada perbuatan yang diharamkan, sebagaimana firman Allah Swt.: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya…” (QS. an-Nur ayat 30). Juga sabda Rasulullah Saw.: “Janganlah engkau ikuti pandanganmu dengan pandangan yang selanjutnya.” (HR. at-Tirmidzi).

5. Menyibukkan dirinya dengan berbagai ibadah dan menghindari untuk mengisi waktu-waktu kosongnya dengan maksiat.

6. Mengambil palajaran dari beberapa penyakit pada tubuh yang disebabkan kebiasaan melakukan onani seperti melemahkan penglihatan dan syahwat, melemahkan alat reproduksi, sakit punggung dan penyakit-penyakit lainnya yang telah disebutkan oleh para dokter. Demikian pula dengan penyakit kejiwaan seperti stress, kegalauan hati dan yang lebih besar dari itu semua adalah meremehkan waktu-waktu sholat dikarenakan berulang kalinya mandi dan juga merusak puasanya (apabila dalam keadaan puasa).

7. Menghilangkan berbagai cara untuk mencari kepuasan yang salah, dikarenakan sebagian pemuda menganggap bahwa perbuatan ini dibolehkan dengan alasan menjaga diri dari zina atau homoseksual padahal kondisinya tidaklah sama sekali mendekati perbuatan yang keji (zina/homoseksual) tersebut.

8. Mempersenjatai diri dengan kekuatan kehendak dan tekad serta tidak mudah meyerah terhadap setan. Hindari berada dalam kesendirian seperti bermalam sendirian. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad no. 6919 disebutkan bahwa Nabi Saw. melarang seseorang bermalam sendirian.

9. Mengambil cara-cara penyembuhan Nabi Saw. berupa puasa, karena ia dapat menekan gejolak syahwat dan seksualnya. Dia juga perlu menghindari beberapa solusi yang aneh, seperti bersumpah untuk tidak melakukannya lagi atau bernadzar dikarenakan jika ia kembali melakukan hal itu maka ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memutuskan sumpah yang telah dikokohkan. Jangan pula menggunakan obat-obat penekan syahwat karena di dalamnya terkandung berbagai bahaya bagi tubuh. Sedangkan segala sesuatu yang dipakai untuk menghentikan syahwat secara keseluruhan adalah haram.

10. Berkomitmen dengan adab-adab syari’ah saat tidur seperti berdzikir, tidur di atas sisi kanan tubuhnya, menghindarkan tidur telungkup yang dilarang Nabi Saw.

11. Berhias dengan kesabaran dan ‘iffah. Hal yang demikian dikarenakan diantara kewajiban kita adalah bersabar terhadap hal-hal yang diharamkan walaupun hal itu disukai oleh jiwa. Telah diketahui bahwa sifat iffah dalam diri pada akhirnya akan menghentikannya dari kebiasaan tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Barangsiapa yang menjaga diri (iffah) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang meminta pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya, barangsiapa yang bersabar maka Allah akan memberikan kesabaran kepadanya dan tidaklah seseorang diberikan suatu pemberian yang lebih baik atau lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari no. 1469).

12. Apabila seseorang telah jatuh ke dalam perbuatan maksiat ini maka segeralah bertaubat dan beristighfar serta melakukan perbuatan-perbuatan taat dengan tidak berputus asa karena putus asa adalah termasuk ke dalam dosa besar.

13. Akhirnya, diantara kewajiban yang tidak diragukan adalah kembali kepada Allah dan merendahkan dirinya dengan berdoa, meminta pertolongan dariNya untuk melepaskan diri dari kebiasaan ini. Ini adalah solusi terbesar karena Allah Swt. senantiasa mengabulkan doa orang yang berdoa apabila dia berdoa. (islam-qa.com).