Kamis, 20 Juni 2013
Jumat, 14 Juni 2013
BEKAL PERNIKAHAN
Daftar Isi:
1. Pengertian Pernikahan
2. Dalil Pernikahan dalam Islam
3. Hukum Pernikahan Menurut Islam
4. Syarat Nikah
5. Rukun Nikah
6. Khutbah Nikah
7. Wali Nikah
8. Akad Nikah (Ijab Qabul)
9. Doa Setelah Akad Nikah
10. Ucapan Doa untuk Kedua Mempelai setelah Akad Nikah
11. Pernikahan yang Haram (Dilarang) dalam Islam
12. Hikmah dan Tujuan Nikah
1. Pengertian Pernikahan
“Maka lakukanlah akad nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.” (QS. an-Nisa’ayat 3).
a. Arti Secara Bahasa
Nikah, sebagai kata, artinya adh-Dhamm (berkumpul) dan al-Jam’u
(bergabung). Seperti ungkapan Nakahat al-Asyjar (Pohon-pohon tumbuh
saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat). Imam Nawawi
mengatakan, nikah sebagai kata berarti al-Jam’u (bergabung). Kadang
digunakan untuk menyebut ‘aqd nikah, dan kadang pula digunakan untuk
menyebut al-wath`u (hubungan seksual).
Al-Farra’, seorang ahli
bahasa Arab, sebagaimana dikutip an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim
mengatakan: “Orang Arab menyebut organ kewanitaan dengan kata nukah
al-mar‘ah. Jika dikatakan nakaha al-mar’ata, artinya telah menggauli
organ kewanitaannya.”
b. Arti Secara Istilah
Adapun
makna nikah secara istilah sebagaimana didefinisikan Syaikh
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitabnya Ittihaf al-Kiram dan Syaikh
Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhaj al-Muslim: “Nikah adalah akad
yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dengannya dihalalkan
baginya untuk melakukan hubungan seksual.”
Sedangkan Imam
Taqiyyuddin Abubakar bin Muhammad al-Husaini dalam Kifayah al-Akhyar
mendefinisikan nikah sebagai: “Akad yang terkenal yang di dalamnya
terkandung pemenuhan unsur-unsur rukun dan syarat (yang telah
ditentukan) untuk berkumpul.”
c. Penggunaan Kata Nikah dalam al-Quran dan Hadits
Di dalam al-Quran, kata nikah dan berbagai bentuknya disebutkan
sebanyak 24 kali dalam beberapa surah. Dalam al-Quran dan hadits, kata
ini adakalanya digunakan untuk menyebut akad nikah dan adakalanya juga
digunakan untuk menyebut suatu hubungan seksual.
Contoh menikah
yang artinya akad nikah adalah firman Allah Swt.: “Maka lakukanlah akad
nikah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS.
an-Nisa’ ayat 3). Begitupula firman Allah dalam QS. an-Nisa ayat 22.
Adapun contoh menikah yang artinya melakukan hubungan seksual ada dalam
firman Allah Swt.: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak
yang kedua), perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia melakukan
hubungan seksual dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (mantan suami pertama
dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkanNya
kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. al-Baqarah ayat 230).
Contoh dari hadits yang menunjukkan makna nikah melakukan hubungan
seksual adalah sabda Rasulullah Saw.: “Lakukanlah segala sesuatu (dengan
istrimu yang sedang haidh) kecuali nikah (jima’).” (HR. Muslim).
Ketika makna nikah mempunyai dua arti, yaitu akad nikah dan melakukan
hubungan seksual, bagaimana kita membedakan dua arti tersebut di dalam
suatu pembicaraan?
Para ulama membedakan keduanya dengan
keterangan yang disebutkan Imam Abubakar al-Husaini dalam Kifayah
al-Akhyar: “Jika dikatakan bahwa seorang laki-laki menikah dengan
seorang perempuan lain, yaitu Fulanah binti Fulan, artinya bahwa
laki-laki tersebut melakukan akad nikah dengannya. Jika dikatakan bahwa
seorang laki-laki menikah dengan istrinya, artinya laki-laki tersebut
melakukan hubungan seksual dengannya.”
Pernikahan atau
perkawinan dalam istilah fiqh Islam adalah suatu akad atau transaksi
yang menyebabkan menjadi halal atau legalnya hubungan seksual antara
seorang laki-laki dan perempuan dengan memakai kata nikah berbahasa Arab
(أَنْكَحْتُكَ) atau tazwij (زَوّجْتُكَ) atau terjemahannya dalam bahasa
setempat. (Imam ar-Ramli, Nihayat al-Muhtaj juz 6 halaman 138).
Dalam pengertian umum, pernikahan atau perkawinan adalah upacara
pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai pria dan
wanita dengan tujuan melegalkan hubungan dua lawan jenis yang akan hidup
dalam satu atap, legal secara norma agama, norma hukum dan norma
sosial.
2. Dalil Pernikahan dalam Islam
فَانكِحُوا مَا طاب لَكُم مِّنَ النِّساءِ مَثْنى وَ ثُلَث وَ رُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً
“Maka nikahilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga atau tempat.
Tetapi jika kamu khawatur tidak berlaku adil, maka (nikahilan) seorang
saja.” (QS. an-Nisa’ ayat 3)
تزوجوا الوَدود الوَلود ، فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة
“Menikahlah dengan perempuan yang subur dan disenangi. Karena aku ingin
(membanggakan) kalian (kepada para Nabi yang lain) dengan banyaknya
umatku di hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan Ibnu Majah).
Dan masih banyak lagi ayat maupun nash hadits yang membahas tentang pernikahan.
3. Hukum Pernikahan Menurut Islam
a. Wajib bagi yang tidak dapat membendung lagi gejolak syahwat
seksualitasnya, sehingga sangat dikhawatirkan jatuh ke dalam perzinahan.
b. Sunnah bagi yang ingin menikah (ada kebutuhan seksual), dengan
syarat memiliki biaya untuk pernikahan seperti biaya mahar (maskawin)
dan ongkos perkawinan.
c. Makruh bagi yang tidak mempunyai hasrat dan tidak ada biaya mahar dan ongkos perkawinan.
d. Haram dalam beberapa situasi (baca poin 11).
4. Syarat Nikah
a. Wali
b. Dua saksi
c. Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami
d. Ijab qabul yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita
dan jawaban dari calon pria. Seperti ucapan wali “Aku nikahkan putriku
denganmu”. Dan jawaban calon suami “Saya terima nikahnya”.
Syarat Wali dan Saksi: (a) harus muslim; (b) aqil baligh dan normal
(anak kecil dan orang gila tidak boleh). (c) adil (orang yang tidak
melakukan dosa besar).
Khusus untuk saksi ada syarat tambahan
yaitu harus normal pendengaran dan penglihatannya. (HR. Ahmad no. 8697,
Abu Dawud no. 2085, at-Tirmidzi no. 1101 dan al-Hakim juz 2 halaman
185).
5. Rukun Nikah
Rukun adalah perkara yang harus terpenuhi saat akad nikah berlangsung. Rukun nikah ada 5 (lima):
a. Pengantin lelaki
b. Pengantin perempuan
c. Wali pengantin perempuan
d. Dua orang saksi
e. Ijab dan Qabul
6. Khutbah Nikah
Membaca khutbah nikah adalah sunnah. Jadi bukan syarat sahnya
pernikahan. Boleh dilakukan boleh ditinggalkan. Berikut contoh teks
khutbah dalam bahasa Arab.
a. Khutbah Nikah yang Biasa Dipakai
الحمد لله المحمود بنعمته، المعبود بقدرته، المطاع بسلطانه، المرهوب من
عذابه وسطوته، النافذ أمره في سمائه وأر ضه، الذي خلق الخلق بقدرته، وميزهم
بأحكامه وأعزهم بدينه، وأكرمهم بنبيه صلى الله عليه وسلم. إن الله تبارك
اسمه وتعالت عظمته، جعل المصاهرة سببا لاحقا، وأمرا مفترضا، وخلق من الماء
بشرا، فجعله نسبا وصهرا، خلق آدم ثم خلق زوجه حواء من ضلع من أضلاعه
اليسرى. فلما سكن إليها قالت الملائكة مه يا آدم حتى تؤدي لها مهرا. قال
وما مهرها؟ قالوا أن تصلي على محمد ختم الأنبياء وإمام المرسلين. فوفى
المهر وخطب الأمين جبريل عليه السلام، وزوجها له على ذلك الملك القدوس
السلام. وشهد إسرافيل وميكائيل وبعض المقربين بدارس السلام، فصار ذلك سنة
أولاده على تعاقب السنين
أحمده أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها، وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيت لقوم يتفكرون، وأشكره أن جعلكم
شعوبا وقبائل بالتناسل الذي هو أصل كل نعمة، وأشهد ان لاإله إلا الله مبدع
نظام العالم على أكمل الحكمة. لاإله إلا هو، تبارك الله رب العلمين. وأشهد
أن سيدنا محمدا رسول الله حبيب الرحمن ومجتباه القائل: حبب إلي من دنياكم
النساء والطيب، وجعلت قرة عينى في الصلاة. وقال يامعشر الشباب من استطاع
منكم الباءة فلبتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم
فإنه له وجاء، فطوبى لمن أقر بذلك عين رزول الله صلى الله عليه وسلم وعلى
آله وصحبه أجمعين.
أما بعد، فإن النكاح من السنن المرغوبة التي عليها
مدار الاستقامة، إذ من تزوج فقد كمل نصف دينه، كما أخبر بذلك الحبيب
المبعوث من تمهامة «مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الإيمَانِ
فَلْيَتَّقِ الله في النِّصْفِ البَاقِي
وقال: تناكحوا تناسلوا،
فإني مباه بكمم الامم يوم القيامة. وأيضا: » إذا أَتاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ
خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَأَنْكِحونُ، إِلا تَفْعلوا تَكُنْ فِتْنَةٌ في
الأَرْضِ وَفَسادٌ عَريضٌ . وقد حث عليه المنان بقوله: وَأَنكِحُوا
الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن
يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ. وهذا عقد مبارك ميمون واجتماعلى حصول خير يكون، إن شاء الله الذي
إذا اراد شيئا أن يقول له كن فيكون.
أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولوالدي ولوالديكم لومشايخي ومشايخكم ولسائر المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
استغفر الله العظيم الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه
أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم.
b. Khutbah Nikah Pendek berdasar Hadits Ibnu Mas’ud Riwayat Abu Dawud
الحمدُ لله نَستعينُهُ ونستغفرُهُ، ونعوذُ بهِ من شُرورِ أنفُسِنَا، من
يهدِ الله فلا مُضلَّ لهُ، ومن يُضلل فلا هاديَ لهُ، وأشهدُ ان لا إله إلا
الله وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسوله
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللهَ
الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ . يُصْلِحْ
لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
7. Wali Nikah
Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya.
Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah yang utama adalah
ayah kandung, kalau tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara
kandung, seterusnya lihat keterangan di bawah.
a. Urutan Wali Nikah
Urutan wali dan yang berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut:
1. Ayah kandung
2. Kakek, atau ayah dari ayah
3. Saudara seayah dan seibu
4. Saudara seayah saja
5. Anak laki-laki dari saudara yang seayah dan seibu
6. Anak laki-laki dari saudara yang seayah saja
7. Saudara laki-laki ayah
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan
memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali
nomor urut 2 dan seterusnya.
Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama atau petugas KUA.
Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim,
maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat seperti imam masjid
atau ulama yang dikenal.
b. Syarat Menjadi Wali Nikah
Walaupun sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum
sah menjadi wali nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:
1. Islam (beragama Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen yang masih murni boleh menjadi wali).
2. Aqil (berakal sehat). Tidak sah wali yang akalnya rusak.
3. Baligh (sudah usia dewasa) tidak sah wali anak-anak.
4. Laki-laki. Tidak sah wali perempuan.
Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni menyatakan bahwa sah
hukumnya seorang ayah nonmuslim menjadi wali nikah untuk putrinya yang
menikah dengan pria muslim. Hal ini berdasarkan pendapat dari madzhab
Hanafi dan Syafi’i. Ibnu Qudamah berkata:
إذا تزوج المسلم ذمية,
فوليها الكافر يزوجها إياه . ذكره أبو الخطاب. وهو قول أبي حنيفة,
والشافعي ; لأنه وليها , فصح تزويجه لها , كما لو زوجها كافرا, ولأن هذه
امرأة لها ولي مناسب, فلم يجز أن يليها غيره, كما لو تزوجها ذمي.
(HR. Ahmad no. 4250, Abu Dawud no. 2083, Ibnu Majah no. 1839, Ibnu
Hibban no. 4074, al-Hakim no. 2182, Subul as-Salam juz 3 halaman 118 dan
Fath al-Bari juz 9 halaman 191).
c. Wali Hakim
Wali
hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan.
Yaitu, hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah.
(Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952). Wali hakim baru
boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut:
1. Wali
dari anak zina: Seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada
ibunya. Karena ibu tidak dapat menikahkan, maka wali hakim yang dapat
menjadi walinya.
2. Semua wali tidak ada: Wali hakim dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah tidak ada.
3. Wali tidak ada yang setuju tanpa alasan syar’i: Wali hakim juga
dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah yang ada menolak
menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah. (Al-Muhadzdzab juz 2
halaman 37 dan al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah juz 4 halaman 33).
d. Wali Pergi dalam Jarak Qashar
Apabila wali yang terdekat pergi dalam jarak perjalanan qashar (dua
marhalah/84 km), maka wali hakim boleh menjadi pengganti wali tersebut.
ولو ) ( غاب ) الولي ( الأقرب ) نسبا ، أو ولاء ( إلى مرحلتين ) ، أو أكثر
ولم يحكم بموته وليس له وكيل حاضر في تزويج موليته زوج السلطان ) لا
الأبعد وإن طالت غيبته وجهل محله وحياته لبقاء أهلية الغائب وأصل بقائه
والأولى أن يأذن للأبعد ، أو يستأذنه خروجا من الخلاف
“Apabila
wali nasab terdekat bepergian dalam jarak dua marhalah (qashar) atau
lebih jauh dan tidak ada status kematiannya serta tidak ada wakilnya
yang hadir dalam menikahkan perempuan di bawah perwaliannya maka Sultan
(Wali Hakim) dapat menikahkan perempuan itu. Bukan wali jauh walaupun
kepergiannya lama dan tidak diketahui tempat dan hidupnya. Hal itu
karena tetapnya status kewalian wali yang sedang pergi. Namun yang lebih
utama meminta ijin pada wali jauh untuk keluar dari khilaf ulama.”
(Nihayat al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj pada bab “Fashlun fi mawani’
al-wilayat an-nikah”).
8. Akad Nikah (Ijab Qabul)
Prosesi nikah terpenting adalah pada saat akad nikah (ijab qabul).
Dimana wali calon mempelai perempuan menikahkan putrinya dengan calon
pengantin laki-laki (ijab) dan calon pengantin laki-laki menjawabnya
(qabul) sebagai tanda menerima pernikahan tersebut. Wali juga dapat
mewakilkan pada wakil wali yang ditunjuk wali untuk menikahkan putrinya.
Yang bertindak sebagai wakil biasanya petugas KUA atau tokoh agama
setempat.
a. Teks bacaan akad nikah langsung oleh wali:
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف
الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك بنتي … بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا
Ankahtuka wazawwajtuka binti... (sebutkan namanya) bimahri... (sebutkan jumlah maskawinnya) haallan.
“Aku menikahkanmu dengan putriku bernama... (sebutkan nama) dengan maskawin... (sebutkan jumlah maskawinnya).”
b. Teks bacaan akad nikah oleh wakil wali
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف
الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.
اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.
واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح
يا … انكحتك وزوجتك فاطمة بنت سالم موكلي بمهر – الف روبية حالا / مؤجلا
Ankahtuka wazawwajtuka binti... (sebutkan namanya) muwakkili bimahri... (sebutkan jumlah maskawinnya) haallan.
“Aku menikahkanmu dengan putriku bernama... (sebutkan nama) yang
walinya mewakilkan kepadaku dengan maskawin... (sebutkan jumlah
maskawinnya).”
c. Teks qabul pengantin putra kepada wali
Ketika wali nikah atau wakilnya selesai mengucapkan ijab, maka
pengantin laki-laki langsung merespons/menjawab dengan ucapan berikut:
قبلت نكاحها وتزويجها بالمهر المذكور. Qabiltu nikaahahaa watazwiijahaa
bilmahril madzkur. “Saya terima nikahnya dengan mahar/maskawin
tersebut.”
9. Doa Setelah Akad Nikah
Setelah ijab
qabul dilaksanakan antara wali atau wakil wali dengan mempelai
laki-laki, acara dilanjutkan dengan membaca sebagai berikut:
الحمد لله رب العالمين. والصلاة والسلام علي اشرف الانبياء والمرسلين. وعلي
اله وصحبه اجمعين. حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده. يا ربنا لك الحمد كما
ينبغي لجلال وجهك الكريم وعظيم سلطانك.
اللَهُمَّ صَلِّ عَلَي
سَيِّدِنَا مُحمَدٍ صَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنَ جَمِيْعَ الأهَوْاَلِ
وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بها جَمِيعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا
مِنْ جَمِيْعِ السَيّئاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَي
الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصَي الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ
الخَيرَاتِ فِي الحَيَاةِ
وَبَعْدَ المَمَاتِ
انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قا ضي الحاجات، يا مجيب السا ئلين
اللهم الف بينهما كما الفت بين ادم وحواء والف بينهما كما الفت بين سيدنا محمد ص.م. وخديجة الكبري.
اللهم لاتدع لنا في مقامنا هذا ذنبا الا غفرته ولا هما الا فرجته ولا حاجة
من حوائج الدنيا والاخرة لك فيها رضا ولنا فيها صلاح الا قضيتها ويسرتها
فيسر امورنا واشرح صدورنا ونور قلوبنا واختم بالصالحات اعمالنا. اللهم
توفنا مسلمين واحينا مسلمين والحقنا بالصالحين غير خزايا ولا مفتونين.
ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما. ربنا
اغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا. ربنا اتنا في الدنيا حسنة
وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين.
10. Ucapan Doa untuk Kedua Mempelai setelah Akad Nikah
Masing-masing yang hadir disunnahkan mengucapkan doa berikut pada
pengantin laki-laki: “Baarakallahu laka. Wabaarakallahu ‘alaika.
Wajama’a bainakumaa fii khairin.” بارك الله لك، وبارك الله عليك، وجمع
بينكما في خير.
Masing-masing yang hadir disunnahkan
mengucapkan doa berikut pada kedua mempelai: “Baarakallahu likulli
waahidin minkumaa fii shaahibihi. Wajama’a bainakumaaa fii khairin.”
بارك الله لكل واحد منكما في صاحبه، وجمع بينكما في خير.
11. Pernikahan yang Haram (Dilarang) dalam Islam
Pernikahan adakalanya hukumnya haram, dalam situasi berikut:
a) Perempuan menikah dengan orang laki-laki nonmuslim
b) Laki-laki menikah dengan nonmuslim yang bukan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani murni).
c) Menikah dengan pelacur atau wanita hamil
d) Pernikahan dalam masa idah cerai atau kematian
e) Poliandri (perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki)
f) Poligami lebih dari empat
g) Laki-laki menikah dengan dua perempuan bersaudara (boleh menikah dengan salah satunya).
h) Nikah Misyar bagi Wahabi dan Nikah Mut’ah bagi Syi’ah (kawin kontrak).
12. Hikmah dan Tujuan Nikah
Diantara hikmah dan tujuan pernikahan dalam syari’at Islam adalah bahwa
pernikahan dapat menenteramkan jiwa. Dengan perkawinan orang dapat
memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam
suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan bathin.
Disamping
itu, pernikahan juga dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan
maksiat. Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran hasrat biologis.
Dorongan biologis dalam rangka kelangsungan hidup manusia berwujud nafsu
seksual yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran
nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan
maksiat, seperti perzinaan, yang mengakibatkan dosa dan dapat
menimbulkan penyakit yang mencelakakan.
Hikmah dan tujuan
lainnya, pernikahan itu untuk melanjutkan keturunan. Memang manusia bisa
berkembang biak dengan berhubungan seksual tanpa melalui pernikahan,
tetapi akibatnya akan tidak jelas asal-usulnya atau jalur silsilah
keturunannya. Dengan demikian, jelas, disamping melestarikan keturunan,
pernikahan juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Rabu, 12 Juni 2013
KOLERIS, MELANKOLIS DAN SANGUINIS
ANDA TERMASUK TIPE YANG MANA?
KOLERIS pada umumnya mempunyai:
KEKUATAN:
* Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif
* Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan
* Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target
* Bebas dan mandiri
* Berani menghadapi tantangan dan masalah
* "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini".
* Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat
* Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas
* Membuat dan menentukan tujuan
* Terdorong oleh tantangan dan tantangan
* Tidak begitu perlu teman
* Mau memimpin dan mengorganisasi
* Biasanya benar dan punya visi ke depan
* Unggul dalam keadaan darurat
KELEMAHAN:
* Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis)
* Senang memerintah
* Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai
* Menyukai kontroversi dan pertengkaran
* Terlalu kaku dan kuat/ keras
* Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
* Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci
* Sering membuat keputusan tergesa-gesa
* Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain
* Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan
* Workaholics (kerja adalah "tuhan"-nya)
* Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf
* Mungkin selalu benar tetapi tidak populer
kalau MELANKOLIS:
KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain
KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan
kalau PLEGMATIS:
KEKUATAN:
* Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
* Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
* Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
* Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
* Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
* Penengah masalah yg baik
* Cenderung berusaha menemukan cara termudah
* Baik di bawah tekanan
* Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
* Rasa humor yg tajam
* Senang melihat dan mengawasi
* Berbelaskasihan dan peduli
* Mudah diajak rukun dan damai
KELEMAHAN:
* Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
* Takut dan khawatir
* Menghindari konflik dan tanggung jawab
* Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
* Terlalu pemalu dan pendiam
* Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
* Kurang berorientasi pada tujuan
* Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
* Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
* Tidak senang didesak-desak
* Menunda-nunda / menggantungkan masalah.
kalau SANGUINIS:
KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan
KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".
onani atau masturbasi
PANDUAN ONANI ATAU MASTURBASI
Daftar Isi:
a. Devinisi Onani
b. Hukum Onani dalam Pandangan Islam
c. Batasan Dosa Besar dan Dosa Kecil
d. Tentang Zina Tangan atau Mata
e. Solusi Bagi Orang yang Sudah Terbiasa Onani
a. Devinisi Onani
Onani dalam bahasa Arabnya disebut dengan Istimna’ yang secara
etimologi berarti berusaha mengeluarkan mani. Sedangkan secara
terminologi onani adalah mengeluarkan mani dengan selain berhubungan
suami istri, baik yang diharamkan, seperti mengeluarkan mani dengan
tangannya sendiri, atau yang diperbolehkan seperti mengeluarkan mani
dengan tangan istrinya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah juz 3
halaman 97 dan Nihayat al-Muhtaj juz 3 halaman 169).
Pada
asalnya istimna’ (onani/masturbasi) adalah mengeluarkan mani bukan
melalui persetubuhan, baik dengan telapak tangan atau dengan cara yang
lainnya. (Mu’jam Lughat al-Fuqaha juz 1 halaman 65).
Adapun
mengeluarkan air mani dengan alat (sarana) tertentu selain tangan pada
asalnya tidaklah berbeda dengan istmina’, dikarenakan subsatansi
perbuatan itu adalah sama, yaitu sama-sama mengeluarkan mani untuk
mendapatkan satu kenikmatan apakah dikarenakan kondisi terpaksa atau
tidak, sehingga hukumnya bisa disamakan dengan hukum onani yang
menggunakan tangan.
Prinsipnya onani adalah sebuah tindakan
yang berfungsi sebagai cara merangsang alat kelamin dengan tangan atau
benda lainnya untuk mendapat suatu taraf orgasme. Pada umumnya
masturbasi menyangkut rangsangan dan pemuasan diri sendiri, walaupun
demikian masturbasi lumrah dilakukan oleh dua orang dalam kapasitas
hubungan heteroseksual atau homoseksual.
Kinsey dalam
penelitiannya seperti dikutip dari buku “Woman’s Body”, mengatakan bahwa
minimal 1 dari 6 wanita pernah melakukan masturbasi paling sedikit satu
kali sepanjang perjalanan hidupnya. Dan kebanyakan dari para wanita
menganggap masturbasi adalah cara yang paling cepat dan langsung untuk
mendatangkan kenikmatan orgasme.
Onani biasanya identik dengan
perbuatan yang dilakukan oleh seorang pemuda, sedangkan kalau pelakunya
seorang cewek biasanya disebut masturbasi.
b. Hukum Onani dalam Pandangan Islam
Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam permasalahan onani:
1. Para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Zaidiyah berpendapat bahwa
onani adalah haram. Dengan landasan bahwa Allah Swt. telah memerintahkan
untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi kecuali terhadap istri dan
budak perempuannya. Apabila seseorang tidak melakukannya terhadap kedua
orang itu kemudian melakukan onani maka ia termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang melampaui batas dari apa yang telah dihalalkan Allah
bagi mereka dan beralih kepada apa-apa yang diharamkanNya atas mereka.
Firman Allah Swt.: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari
yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. al-Mukminun ayat 5-7).
2. Para ulama madzhab Hanafi
berpendapat bahwa onani hanya diharamkan dalam keadaan-keadaan tertentu
dan wajib pada keadaan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa onani
menjadi wajib apabila ia takut jatuh kepada perzinahan jika tidak
melakukannya. Hal ini didasarkan pada kaidah mengambil kemudharatan
yang lebih ringan. Namun mereka mengharamkan apabila hanya sebatas
untuk bersenang-senang dan membangkitkan syahwatnya. Mereka juga
mengatakan bahwa onani tidak masalah jika orang itu sudah dikuasai oleh
syahwatnya sementara ia tidak memiliki istri atau budak perempuan demi
menenangkan syahwatnya.
3. Para ulama madzhab Hambali
berpendapat bahwa onani itu diharamkan kecuali apabila dilakukan karena
takut dirinya jatuh kedalam perzinahan atau mengancam kesehatannya
sementara ia tidak memiliki istri atau budak serta tidak memiliki
kemampuan untuk menikah, jadi onani tidaklah masalah.
4. Ibnu
Hazm berpendapat bahwa onani itu makruh dan tidak ada dosa di dalamnya,
karena seseorang yang menyentuh kemaluannya dengan tangan kirinya
adalah boleh menurut ijma’ seluruh Ulama, sehingga onani itu bukanlah
suatu perbuatan yang diharamkan. Firman Allah Swt.: “Padahal
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya
atasmu.” (QS. al-An’am ayat 119). Dan onani tidaklah diterangkan kepada
kita tentang keharamannya maka ia adalah halal sebagaimana firmanNya:
“Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”
(QS. al-Baqarah ayat 29).
5. Diantara ulama yang berpendapat
bahwa onani itu makruh adalah Ibnu Umar dan Atho’. Hal itu dikarenakan
bahwa onani bukanlah termasuk dari perbuatan yang terpuji dan bukanlah
perilaku yang mulia. Ada cerita bahwa manusia pada saat itu pernah
berbincang-bincang tentang onani maka ada sebagian mereka yang
memakruhkannya dan sebagian lainnya membolehkannya.
6. Diantara
yang membolehkannya adalah Ibnu Abbas, al-hasan dan sebagian ulama
tabi’in yang masyhur. Al-Hasan mengatakan bahwa dahulu mereka
melakukannya saat dalam peperangan. Mujahid mengatakan bahwa orang-orang
terdahulu memerintahkan para pemudanya untuk melakukan onani untuk
menjaga kesuciannya. Begitupula hukum onani seorang wanita (masturbasi)
sama dengan hukum onani seorang laki-laki.” (Fiqh as-Sunnah juz 3
halaman 424-426).
Ibnu ‘Abidin menjelaskan tentang perkataan
bahwa onani itu makruh: “Adalah secara dzahir onani adalah makruh yang
tidak sampai haram. Hal itu dikarenakan bahwa kedudukan onani seperti
orang yang mengeluarkan mani baik dengan merapatkan kedua paha atau
menekan perutnya.” (Radd al-Mukhtar juz 17 halaman 75).
Dari
pendapat-pendapat para ulama di atas tidak ada dari mereka yang secara
tegas menyatakan bahwa onani sama dengan zina yang sesungguhnya. Namun
para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut termasuk ke dalam
muqaddimah zina (forplay/pemanasan).
Allah Swt. Berfirman: “Dan
janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ ayat 32).
c. Batasan Dosa Besar dan Dosa Kecil
Imam an-Nawawi menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang batasan dosa besar jika dibedakan dengan dosa kecil:
1. Dari Ibnu Abbas Ra. menyebutkan bahwa dosa besar adalah segala dosa
yang Allah akhiri dengan neraka, kemurkaan, laknat atau adzab,
demikian pula pendapat Imam al-Hasan Bashri.
2. Para ulama
yang lainnya mengatakan bahwa dosa besar adalah dosa yang diancam Allah
Swt. dengan neraka atau hadd (hukuman) di dunia.
3. Iamam
al-Ghozali dalam al-Basith mengatakan bahwa batasan menyeluruh dalam
hal dosa besar adalah segala kemaksiatan yang dilakukan seseorang tanpa
ada perasaan takut dan penyesalan, seperti orang yang menyepelekan
suatu dosa sehingga menjadi kebiasaan. Setiap penyepelean dan peremehan
suatu dosa maka ia termasuk ke dalam dosa besar.
4. Syeikhul
Imam Abu ‘Amr bin Sholah dalam al-Fatawa al-Kabirah menyebutkan bahwa
setiap dosa yang besar atau berat maka bisa dikatakan bahwa itu adalah
dosa besar.
5. Adapun diantara tanda-tanda dosa besar adalah
wajib atasnya hadd, diancam dengan siksa neraka dan sejensnya
sebagaimana disebutkan dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Para pelakunya
pun disifatkan dengan fasiq berdasarkan nash, dilaknat sebagaimana Allah
Swt. melaknat orang yang merubah batas-batas tanah.” (Shahih Muslim bi
Syarh an-Nawawi juz 2 halaman 113).
Dari beberapa definisi
dan tanda-tanda dosa besar maka perbuatan onani tidaklah termasuk
kedalam dosa besar selama tidak dilakukan secara terus menerus atau
menjadi suatu kebiasaan. Hendaknya seorang muslim tidak berfikir
kecilnya dosa suatu kemaksiatan yang dilakukannya akan tetapi terhadap
siapa dia bermaksiat, tentunya terhadap Allah Swt. Yang Maha Besar lagi
Maha Mulia.
d. Tentang Zina Tangan atau Mata
Abu
Hurairah Ra. berkata bahwa Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah
menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia
mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan,
zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai
serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhari).
Imam Bukhari memasukkan hadits ini ke dalam Bab Zina Anggota Tubuh
Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada apa yang
dilakukan oleh kemaluan seseorang saja. Namun zina bisa dilakukan dengan
mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak
dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan
hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya
berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan.
Ibnu Hajar
menyebutkan pendapat Ibnu Bathol: “Pandangan dan pembicaraan dinamakan
dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk
melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya
adalah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fath
al-Bari juz 11 halaman 28).
Meskipun demikian, hukum zina
tangan, lisan dan mata tidaklah sama dengan zina sebenarnya yang wajib
atasnya hadd. Si pelakunya hanya dikenakan teguran dan peringatan keras.
DR. Syeikh Wahbah az-Zuhailiy menyatakan: “Pelaku onani haruslah diberi
teguran keras dan tidak dikenakan atasnya hadd.” (Al-Fiqh al-Islam wa
Adillatuhu juz 7 halaman 5348).
Begitupula penjelasan Ibnu
Taimiyah dengan bersandar pada pendapat yang paling benar dari Imam
Ahmad bahwa pelaku onani haruslah diberikan teguran keras. (Majmu’
al-Fatawa juz 24 halaman 145).
Ibnul Qoyyim juga mengatakan:
“Adapun teguran adalah pada setiap kemaksiatan yang tidak ada hadd
(hukuman) dan juga tidak ada kafaratnya. Sesungguhnya kemaksiatan itu
mencakup tiga macam:
1. Kemaksiatan yang di dalamnya ada hadd dan kafarat. (Contoh: mencuri, minum khomr, zina dan menuduh orang berzina).
2. Kemaksiatan yang di dalamnya hanya ada kafarat tidak ada had.
(Contoh: berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan dan bersetubuh saat
ihram).
3. Kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada hadd dan
tidak ada kafarat. (Contoh: menyetubuhi seorang budak yang dimiliki
bersama antara dia dan orang lain, mencium orang asing dan berdua-duaan
dengannya, masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan sarung, memakan daging
bangkai, darah, babi dan yang sejenisnya. (I’lam al -Muwaqqi’in juz 2
halaman 183).
e. Solusi Bagi Orang yang Sudah Terbiasa Onani
DR. Muhammad Shaleh al-Munjid al-Wahabi, seorang ulama di Saudi
Arabia, menyebutkan beberapa solusi bagi orang-orang yang terbiasa
melakukan perbuatan ini, yaitu:
1. Hendaklah faktor yang
mendorongnya untuk melepaskan diri dari kebiasaan onani adalah untuk
menjalankan perintah Allah Swt. dan menghindari murkaNya.
2.
Mendorong dirinya untuk mengambil solusi mendasar dengan menikah sebagai
pelaksanaan dari wasiat Rasulullah Saw. kepada para pemuda dalam
permasalahan ini.
3. Mengarahkan fikiran, bisikan dan
menyibukan dirinya dengan perkara-perkara yang di dalamnya terdapat
kemaslahatan bagi dunia maupun akheratnya. Karena terus menerus
menghayal akan mendorongnya untuk melakukan perbuatan itu dan pada
akhirnya menjadikannya kebiasaan sehingga sulit untuk dilepaskan.
4. Menjaga pandangan dari melihat orang-orang atau foto-foto yang
membawa fitnah apakah itu foto dari orang yang hidup atau sekedar
gambar dengan matanya secara langsung. Karena hal itu akan mendorongnya
kepada perbuatan yang diharamkan, sebagaimana firman Allah Swt.:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandanganya…” (QS. an-Nur ayat 30). Juga sabda Rasulullah Saw.:
“Janganlah engkau ikuti pandanganmu dengan pandangan yang
selanjutnya.” (HR. at-Tirmidzi).
5. Menyibukkan dirinya dengan berbagai ibadah dan menghindari untuk mengisi waktu-waktu kosongnya dengan maksiat.
6. Mengambil palajaran dari beberapa penyakit pada tubuh yang
disebabkan kebiasaan melakukan onani seperti melemahkan penglihatan dan
syahwat, melemahkan alat reproduksi, sakit punggung dan
penyakit-penyakit lainnya yang telah disebutkan oleh para dokter.
Demikian pula dengan penyakit kejiwaan seperti stress, kegalauan hati
dan yang lebih besar dari itu semua adalah meremehkan waktu-waktu sholat
dikarenakan berulang kalinya mandi dan juga merusak puasanya (apabila
dalam keadaan puasa).
7. Menghilangkan berbagai cara untuk
mencari kepuasan yang salah, dikarenakan sebagian pemuda menganggap
bahwa perbuatan ini dibolehkan dengan alasan menjaga diri dari zina atau
homoseksual padahal kondisinya tidaklah sama sekali mendekati perbuatan
yang keji (zina/homoseksual) tersebut.
8. Mempersenjatai diri
dengan kekuatan kehendak dan tekad serta tidak mudah meyerah terhadap
setan. Hindari berada dalam kesendirian seperti bermalam sendirian.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad no. 6919 disebutkan bahwa Nabi
Saw. melarang seseorang bermalam sendirian.
9. Mengambil
cara-cara penyembuhan Nabi Saw. berupa puasa, karena ia dapat menekan
gejolak syahwat dan seksualnya. Dia juga perlu menghindari beberapa
solusi yang aneh, seperti bersumpah untuk tidak melakukannya lagi atau
bernadzar dikarenakan jika ia kembali melakukan hal itu maka ia
termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memutuskan sumpah yang telah
dikokohkan. Jangan pula menggunakan obat-obat penekan syahwat karena di
dalamnya terkandung berbagai bahaya bagi tubuh. Sedangkan segala
sesuatu yang dipakai untuk menghentikan syahwat secara keseluruhan
adalah haram.
10. Berkomitmen dengan adab-adab syari’ah saat
tidur seperti berdzikir, tidur di atas sisi kanan tubuhnya,
menghindarkan tidur telungkup yang dilarang Nabi Saw.
11.
Berhias dengan kesabaran dan ‘iffah. Hal yang demikian dikarenakan
diantara kewajiban kita adalah bersabar terhadap hal-hal yang
diharamkan walaupun hal itu disukai oleh jiwa. Telah diketahui bahwa
sifat iffah dalam diri pada akhirnya akan menghentikannya dari kebiasaan
tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Barangsiapa yang menjaga
diri (iffah) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang meminta
pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya, barangsiapa yang
bersabar maka Allah akan memberikan kesabaran kepadanya dan tidaklah
seseorang diberikan suatu pemberian yang lebih baik atau lebih luas
daripada kesabaran.” (HR. Bukhari no. 1469).
12. Apabila
seseorang telah jatuh ke dalam perbuatan maksiat ini maka segeralah
bertaubat dan beristighfar serta melakukan perbuatan-perbuatan taat
dengan tidak berputus asa karena putus asa adalah termasuk ke dalam dosa
besar.
13. Akhirnya, diantara kewajiban yang tidak diragukan
adalah kembali kepada Allah dan merendahkan dirinya dengan berdoa,
meminta pertolongan dariNya untuk melepaskan diri dari kebiasaan ini.
Ini adalah solusi terbesar karena Allah Swt. senantiasa mengabulkan doa
orang yang berdoa apabila dia berdoa. (islam-qa.com).
Langganan:
Postingan (Atom)